Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhidin Mohamad Said
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Badan Supervisi Mau Dibawa ke Mana?

Kompas.com - 11/12/2023, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA adigium sangat terkenal dikatakan oleh Lord Acton, seorang guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup pada abad ke-19.

Dia mengatakan, power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely. Diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kira-kira artinya: “kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut”.

Sejarah mencatat adigium dari Lord Acton ini banyak terbukti benarnya di hampir seluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Pelajaran dari sejarah panjang tersebut menjadi pelajaran sangat berharga bagi kita semua untuk bisa menjaga supaya kekuasaan pejabat dan lembaga publik tetap berada pada jalur yang benar dan tidak terjerumus ke dalam tindakan koruptif.

Untuk mewujudkan hal tersebut, lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif bersepakat untuk membuat berbagai aturan dan regulasi supaya kekuasaan dan amanah yang dimiliki para pejabat publik tetap berada pada relnya dan dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, semua pejabat publik tidak terkecuali presiden sebagai pejabat publik tertinggi pemegang mandat rakyat harus tunduk kepada perundang-undangan yang mengatur kerja dan kinerja para pejabat publik.

Berangkat dari semangat tersebut, sampai saat ini Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) bersama dengan pemerintah terus berupaya untuk menyusun berbagai perundangan yang diharapkan dapat menjadi jangkar pelaksanaan amanah jabatan yang diemban oleh para pejabat publik.

Bahkan Undang-Undang (UU) yang dibuat beberapa tahun terakhir disusun dalam bentuk omnibus supaya tidak ada tumpang tindih UU sehingga semua UU bisa berjalan harmonis dan selaras.

Di antara berbagai UU yang dibuat secara omnibus, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi salah satu contohnya.

Undang-undang tersebut disusun supaya sektor keuangan di Indonesia selalu berada dalam kondisi kuat, optimal dalam hasil, mampu menghadapi berbagai tantangan dan turbulensi ekonomi, serta mengatur kinerja seluruh lembaga dan pejabat publik di sektor keuangan supaya tetap berada pada koridor yang benar.

Peran Badan Supervisi

Salah satu yang diatur dalam UU P2SK adalah keberadaan badan supervisi untuk setiap lembaga keuangan dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Walaupun keberadaan badan supervisi di BI sudah ada sejak 2013, badan supervisi untuk OJK dan LPS menjadi hal baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Menurut UU P2SK, tujuan utama dari dibentuknya badan supervisi baik untuk BI, OJK, maupun LPS adalah untuk membantu DPR-RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap BI, OJK, dan LPS untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan BI, OJK, dan LPS.

Dengan kata lain, badan supervisi yang dibentuk untuk setiap lembaga tersebut adalah membantu DPR-RI dalam mengawasi tata kelola operasional dan tata kelola dalam penyusunan kebijakan termasuk membantu DPR-RI dalam mengawasi kinerja para pejabatnya.

Pembentukan kebijakan harus melewati tahapan yang benar mulai dari penggunaan informasi dan data valid, proses yang benar dan transparan, serta produk peraturan yang tepat.

Semua komponen ini hanya dapat dicapai jika seluruh lembaga keuangan menerapkan seluruh prinsip tata kelola yang baik.

Setidaknya terdapat empat prinsip utama dalam tata kelola yang baik di lembaga keuangan, yaitu akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas.

Dengan kata lain, badan supervisi hanya akan menelaah pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola dan tidak menyentuh perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga keuangan.

Dengan demikian, tidak perlu ada yang ditakutkan dari keberadaan badan supervisi di setiap lembaga keuangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com