Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
RPP KESEHATAN

Mengurai Efek Ganda RPP Kesehatan bagi IHT, Potensi Picu PHK dan Ancam Petani

Kompas.com - 27/02/2024, 09:01 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pemerintah masih menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang menjadi turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, saat ini, setiap pasal beleid tersebut masih dalam proses pembahasan.

Sebelumnya, ia sempat menyampaikan bahwa RPP secara keseluruhan, termasuk pengaturan pembahasan tentang pasal tembakau dan produk turunannya, akan dikeluarkan setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

“RPP turunan UU Kesehatan sebenarnya sudah dalam tahap harmonisasi dari Kemenkes. Semoga bisa segera disepakati oleh kementerian dan lembaga lain,” ujar Siti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (26/2/2024).

Seperti diketahui, sepanjang penggodokan, RPP tersebut menuai sejumlah polemik. Sebab, RPP Kesehatan dinilai mendiskriminasi dan berdampak negatif bagi sejumlah sektor, meskipun memiliki tujuan baik bagi peningkatan kesehatan masyarakat.

Dampak negatif tersebut merupakan imbas sejumlah pasal yang mengendalikan, bahkan melarang total, produksi, peredaran, penjualan, impor, iklan, dan sponsorship produk tembakau, baik rokok maupun rokok elektronik.

Salah satunya adalah Pasal 439 Ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau berupa rokok dilarang mengemas kurang dari 20 (dua puluh) batang dalam setiap kemasan.”

Baca juga: Menimbang Dampak RPP Kesehatan terhadap Petani dan Pedagang Eceran

Di sisi lain, industri hasil tembakau (IHT) merupakan industri padat karya yang melibatkan banyak sektor. Dari hulu ke hilir, kegiatan ini melibatkan banyak tenaga kerja.

Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan, IHT mampu menyerap 5,98 juta pekerja pada 2019. Angka ini terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi serta 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan, termasuk petani tembakau dan cengkih.

Ladang tembakquPT HM Sampoerna Tbk. Ladang tembakqu

Kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun memprediksi terjadinya penurunan tenaga kerja hingga 10,08 persen di sektor IHT jika pasal-pasal tersebut disahkan. Kemudian, serapan tenaga kerja di perkebunan tembakau juga akan turun hingga 17,16 persen.

Sementara itu, perwakilan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Ketut Budhyman menilai, pemerintah kerap mengabaikan aspirasi petani cengkih, terlebih dalam penggodokan RPP Kesehatan.

Padahal, sebanyak 95 persen produksi komoditas tersebut diserap oleh IHT. Keberadaan pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan berdampak pada produktivitas dan pendapatan petani cengkih.

“(Petani) cengkih jadi (kelompok) pertama yang terdampak (RPP Kesehatan jika disahkan) karena kebutuhan rokok kretek hanya dapat terpenuhi dari produksi (cengkih) dalam negeri,” ucap Budhyman.

Baca juga: Mengurai Dampak pada Sektor Tembakau dan Kreatif Bila RPP Kesehatan Diketuk Palu

Hal senada disampaikan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Tulungagung Jawa Timur. Mereka dengan tegas menolak pasal-pasal pertembakauan dalam RPP Kesehatan.

Ketua APTI Tulungagung Nurhadi mengatakan, pasal-pasal tersebut akan mengancam mata pencaharian petani karena belum ada tanaman pengganti yang semahal tembakau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com