Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diperjuangkan Kaum Buruh, Bagaimana Sejarah dan Asal Usul THR?

Kompas.com - 20/03/2024, 19:14 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada masa Ramadhan dan Idul Fitri, pekerja pasti menantikan datangnya Tunjangan Hari Raya (THR) yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

THR merupakan pendapatan di luar gaji atau non-upah yang wajib dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. Bonus THR memang biasanya diberikan kepada karyawan atau pegawai sebelum datangnya Hari Raya.

Namun, bagaimana sebenarnya sejarah dari pemberian THR ini?

Dilansir dari laman sptsk-spsi.org, pemberian THR sebenarnya sudah ada sejak 1950. Namun, saat itu hanya Pegawai Negri Sipil (PNS) saja yang berhak menerima bonus ini. Sementara itu, buruh belum menerima THR di Hari Raya.

Baca juga: Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Kebijakan memberikan THR kepada PNS diawali dari Kabinet Soekiman Wirjosandjojo yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri dari Masyumi.

Laman setkab.go.id mencatat, Soekiman memimpin Kabinet Soekiman pada 27 April 1951-3 April 1952 dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian.

Selama memimpin kabinet, Sukiman mencanangkan program kerja, kesejahteraan pegawai atau aparatur negara harus meningkat.

Dari sana, Sukiman mengeluarkan kebijakan agar PNS atau dulunya disebut pamong pradja mendapatkan tunjangan sebelum hari raya.

Pemberian THR kepada PNS dimungkinkan karena kondisi perekonomian Indonesia sedang stabil sehingga pemerintah berani mengambil kebijakan ini.

Pada saat itu, besaran THR yang diberikan kepada PNS adalah sebanyak Rp 125-200 yang saat ini diperkirakan setara dengan gaji pokok pegawai.

Namun demikina, tenyata kebijakan memberikan THR bagi PNS ini mendapat protes dari buruh atau karyawan swasta.

Mereka juga menuntut mendapatkan bonus hari raya atau THR seperti yang diberikan pemerintah kepada PNS.

Sebagai wujud protes dan tuntutan agar buruh juga mendapat THR, buruh kemudian melakukan aksi mogok kerja pada 13 Februari 1952 agar tuntutannya dipenuhi pemerintah.

Pada saat itu awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji.

Kemudian, kabinet Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri kedelapan Indonesia, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com