Menurut dia, para nelayan kecil yang selama ini menjadi penangkap benih lobster bakal kesulitan melakukan prosedur tersebut.
Pasalnya, kebanyakan dari mereka belum paham cara untuk mengajukan perizinan ke kementerian dan jarang memiliki ponsel canggih.
"Nelayan lobster itu adalah nelayan kecil. Bukan nelayan besar dalam bayangan kita. Kalau di wilayah Pantai Selatan Jawa itu, nelayannya pakai ban sambil membawa jaring, enggak menggunakan perahu untuk berenang ke arah tengah," kata Suhana saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/6/2020).
"Saya beberapa kali survei ke nelayan penangkap lobster, mana ada mereka punya android. Paling banter, ya para makelarnya atau pembeli di lapangannya. Jadi sasaran mereka dari juknis sendiri tidak menyentuh kepada nelayan. Lebih menyentuh kepada para broker nelayan yang ada di wilayahnya," ucap Suhana.
Adapun perizinan bagi nelayan untuk menangkap benih lobster diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 48/KEP-DJPT/2020 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Benih Benih Lobster (Puerulus) di WPP-NRI.
Dalam Juknis, salah satu form yang harus dilampirkan adalah surat pendaftaran nelayan calon penangkap benih lobster. Calon nelayan penangkap benih lobster adalah orang perseorangan yang mengajukan permohonan sebagai nelayan penangkap benur.
Nelayan tersebut harus terdaftar sebagai nelayan penangkap benih pada e-lobster, anggota kelompok usaha penangkap benih, dan memiliki surat rekomendasi dari dinas provinsi.
Dalam aturan disebutkan, nelayan harus mengunduh e-lobster melalui Google Playstore untuk sistem operasi android, selanjutnya nelayan tersebut menginput data ke dalam e-lobster secara mandiri atau difasilitasi oleh dinas provinsi.
Data nelayan yang diinput antara lain, nama, NIK/SIM, alamat, jumlah kapal penangkap ikan, pencana penempatan API, jumlah API, Nomor ponsel, dan alamat email.
https://money.kompas.com/read/2020/06/07/151700326/-nelayan-lobster-itu-adalah-nelayan-kecil--