JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior Indef Faisal Basri meminta kepada pemerintah untuk tidak menggunakan istilah gas dan rem selama menangani angka kasus terinfeksi virus corona (Covid-19).
Hal ini menyinggung keputusan pemerintah yang memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat di kawasan Jawa dan Bali selama dua pekan.
"Mohon dengan sangat jangan lagi pakai istilah gas dan rem. Nyawa manusia jangan dijadikan trial and error alias coba-coba," kicau Faisal melalui akun Twitter resmi, Kamis (7/1/2021).
Menurut Faisal, keputusan dadakan yang diambil pemerintah terkait penanganan Covid-19 disebabkan ketidakakuratan data penyebaran kasus tersebut.
"Penyebaran Covid-19 bisa diprediksi dengan keakurasian tinggi kalau datanya kredibel. Jadi tak perlu gas dan rem, apalagi dilakukan mendadak. Akibatnya, ongkos ekonominya pun sedikit tinggi," ujar dia.
Ia menilai istilah gas dan rem menunjukkan penanganan Covid-19 tidak terencana dengan baik.
"Jika berbasis ilmu pengetahuan dan data yang akurat/kredibel, segala langkah niscaya terukur. Gas dan rem itu cerminan ugal-ugalan dan miskin perencanaan," kata dia.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto sebelumnya memutuskan memperketat pembatasan sosial di kawasan Jawa dan Bali.
Pembatasan tersebut diberlakukan mulai 11-25 Januari mendatang.
Airlangga menjelaskan bahwa pembatasan tersebut dilakukan lantaran terjadi peningkatan penambahan kasus per minggu pada bulan Januari ini.
https://money.kompas.com/read/2021/01/08/053901326/kritik-istilah-gas-dan-rem-untuk-pembatasan-aktivitas-faisal-basri-nyawa