Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Adian Napitupulu Kritik Pengangkatan Komisaris BUMN Era Erick Thohir?

Kompas.com - 26/06/2020, 10:13 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDIP-P Adian Napitupulu mempersoalkan pengangkatan sejumlah komisaris di BUMN oleh Erick Thohir. Salah satu yang jadi sorotannya, yakni pemilihan komisaris dari kalangan milenial hingga para pensiunan. 

Adian menganggap kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir tak konsisten. Banyak pensiunan yang menjabat di BUMN. Padahal, awalnya, Erick mengeluhkan. Namun, belakangan justru banyak penempatan pensiunan di BUMN.

Dia mempermasalahkan, kenapa Kementerian BUMN tidak memprioritaskan pemilihan komisaris dari unsur partai koalisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

“Ada satu lagi yang sedang diidentifikasi, milenial ini pernah deklarasi Erick Thohir for president. Kemudian, beberapa hari kemudian dia diangkat jadi komisaris. Apa iya alat ukurnya deklarasi presiden baru diangkat jadi komisaris?” ujar Adian seperti dikutip pada Jumat (26/6/2020).

Baca juga: Era Erick Thohir, 22 Anggota TNI/Polri Masuk Jajaran Komisaris BUMN

Menurut mantan aktivis pergerakan mahasiswa ini, penunjukan jabatan komisaris BUMN sangat bermuatan politis.

Padahal, lanjut dia, kalaupun proses pemilihan komisaris BUMN berpedoman pada kompetensi, ada sejumlah kader partai koalisi pemerintah yang dianggap cocok mengisi posisi di perusahaan negara.

Adian kemudian bercerita, Presiden lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Oktober 2019 meminta nama-nama aktivis 1998 yang punya kompetensi menempati jabatan-jabatan publik.

Saat nama-nama diserahkan, hingga kini tak ada satu pun yang mengisi jabatan. Saat menghadap Presiden Jokowi di Istana, Adian mengonfirmasi hal itu ke Presiden.

"Saya harus mengonfirmasi karena ini keinginan Presiden atau bukan,” ujar Adian.

Baca juga: Tak Ada Titipan, Ini Seleksi Komisaris BUMN Menurut Erick Thohir

Meski demikian, Adian tak sepakat tudingan BUMN dijadikan bancakan politik.

"Saya tidak setuju istilah itu. Data saya, sebelum perampingan BUMN, ada 6.000 posisi di BUMN, komisaris dan direksi. Kalau 10 persen orang parpol, itu baru 600 orang. Tidak bisa disebut bancakan politik. Kita harus bedah, isinya siapa saja,” kata Adian dikutip dari Harian Kompas.

Kata dia, jika diangkat jadi komisaris BUMN, kader dari partai politik pendukung pemerintah bisa lebih memahami program dari pemerintah. Tujuannya, agar kebijakan pemerintah bisa berjalan dengan baik di perusahaan-perusahaan pelat merah.

“Kalau sama-sama berangkat dari partai politik. Kalau kemudian ada yang harus didahulukan, diadu kompetensinya, diadu keberpihakan politiknya. Kenapa? Karena presiden harus memastikan programnya berjalan sampai ke bawah. Siapa yang bisa menjalankan, dia adalah orang yang setuju terhadap ide-ide dari presiden," ungkap dia.

Baca juga: Daftar Relawan Jokowi Saat Pilpres di Kursi Komisaris BUMN Karya

Milenial di komisaris BUMN

Sebelumnya, Kementerian BUMN menyatakan sedang melakukan eksperimen dalam penempatan sumber daya manusia berbakat, dengan memberikan posisi direksi dan komisaris di beberapa perusahaan pelat merah.

Penempatan sejumlah milenial di posisi teratas perusahaan-perusahaan BUMN tampak jelas dari beberapa perombakan di petinggi perusahaan-perusahaan negara belakangan ini.

Di posisi direksi, ada nama Fajrin Rasyid. Mantan co-Founder dan Presiden Direktur Bukalapak ini ditunjuk sebagai Direktur PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.

Di jajaran komisaris BUMN, muncul nama Septian Hario Seto yang menjabat posisi Komisaris Bank BNI di usia 36 tahun. Lalu Fadli Rahman yang duduk di komisaris PT Pertamina Hulu Energi (PHE) di usia 33 tahun.

Baca juga: Lagi Tren Milenial Jadi Petinggi BUMN, Siapa Saja?

Berikutnya, ada sosok Adrian Zakhari yang merupakan kelahiran 1987 dan kini menduduki posisi Komisaris PTPN VIII. Lalu Graha Yudha Andarano Putra Pratama, pemuda 33 tahun yang menjabat komisaris di anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk.

Meski sudah mengalami banyak perubahan dan perbaikan saat ini, BUMN masih sulit dilepaskan dari tradisi bagi-bagi kue kekuasaan. BUMN tidak selalu diisi profesional, tetapi cuma bagi-bagi jatah loyalis, sukarelawan, dan partai politik.

Dikutip dari Harian Kompas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, maksud dan tujuan pendirian BUMN mencakup lima hal. Selain memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara, BUMN juga mengejar keuntungan.

Tujuan lain menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa dan memadai bagi hajat hidup orang banyak, perintis kegiatan-kegiatan usaha, serta aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Baca juga: Fadjroel Rachman, Aktivis 98 dan Capres, Kini Jubir Jokowi dan Komisaris BUMN

Untuk mencapainya, sejumlah kebijakan dilakukan. Misalnya, memperkuat kelembagaan BUMN lewat konsep holdingisasi, restrukturisasi, dan perubahan organisasi. BUMN yang sebelumnya berjumlah 142 perusahaan dirampingkan menjadi 107 perusahaan.

Untuk memperkuat likuiditas BUMN, pemerintah menggelontorkan dana dengan skema penanaman modal negara (PMN). Selama 2015-2019, total PMN dikucurkan ke BUMN Rp 142,38 triliun.

Tahun ini, alokasinya Rp 25,27 triliun. Angka ini belum termasuk Rp 116,08 triliun untuk kompensasi, dana talangan, dan subsidi. Dengan demikian, total anggaran ke BUMN untuk pemulihan ekonomi Rp 142,25 triliun.

Sementara setoran dividen sebagai salah satu indikator kesuksesan BUMN dianggap kurang sepadan. Dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, setoran dividen 2015-2019 tumbuh rata-rata 5,11 persen per tahun dengan nominal rata-rata Rp 42,9 triliun per tahun.

Baca juga: Erick Thohir Tunjuk Relawan Jokowi Jadi Komisaris PT PP Kedua Kali

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com