Reksadana campuran vs saham dengan IHSG
Jika reksadana yang Anda beli adalah reksadana saham, maka Anda bisa menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mengukur performanya.
Ketika kinerjanya bisa mengalahkan IHSG secara konsisten, maka hal itu bisa Anda pertimbangkan. IHSG pun bisa dijadikan benchmark untuk mengukur performa reksadana campuran, asalkan komposisi portofolio efek di reksadana campuran tersebut, sebagian besarnya adalah saham.
Baca juga: Mau Beli Reksadana, Kenali Dulu Manajer Investasi
Reksadana pendapatan tetap vs indeks obligasi
Sementara itu, untuk reksadana pendapatan tetap, benchmark berupa Indonesian Indeks Obligasi Pemerintah, Indeks Obligasi Korporat, atau ICBI (Indonesia Composite Bond Index). Semuanya tergantung isi dari underlying asset dari reksadana pendapatan tetap yang dipilih.
Ketika sebagian besar underlying asset adalah obligasi pemerintah, maka Indeks Obligasi Pemerintah bisa menjadi benchmark. Namun ketika obligasi swasta yang lebih banyak, Indeks Obligasi Korporat boleh dijadikan acuan.
Ketika seseorang memilih instrumen investasi yang memiliki volatilitas tinggi maka mereka juga mengharapkan imbal hasil yang tinggi. Sharpe ratio bisa digunakan untuk tingkat risiko dari reksadana.
Tidak ada patokan berapa sharpe ratio yang terbaik. Sharpe ratio merupakan rasio yang mengukur kinerja reksadana dengan perbandingan imbal hasil dan risiko (standar deviasi). Makin tinggi sharpe ratio maka makin baik kinerja reksadana tersebut.
Baca juga: Mau Investasi Reksadana? Pahami Dulu Biaya yang Ditanggung
Jika Anda menemukan nilai sharpe ratio negatif di produk reksadana, maka akan lebih baik bagi kita untuk memilih reksadana yang sharpe ratio negatifnya paling kecil.
Sharpe ratio yang negatif menandakan tingkat risiko lebih besar dibanding dengan tingkat pengembalian.
Ketika Anda membeli reksadana di platform milik agen penjual efek reksadana atau perusahaan sekuritas, maka nilai rasio ini akan tertera di daftar reksadana.
Nilai sharpe ratio juga bisa berubah, bisa saja satu reksadana saham memiliki nilai sharpe ratio yang tinggi dalam 3 bulan namun minus di periode 1 tahun.
Baca juga: Ini 5 Reksadana Saham dengan Imbal Hasil Tertinggi
Draw down bisa dimaknai sebagai tingkat kerugian maksimal yang ada di produk reksadana, atau bisa juga didefinisikan sebagai tingkat penurunan kinerja dari titik puncaknya ke titik terendah.
Apabila sebuah reksadana memiliki nilai draw down sebesar 30 persen setahun, berarti kinerja reksa dana tersebut pernah mengalami penurunan sebesar 30 persen. Sama seperti sharpe ratio, nilai draw down juga bisa dipengaruhi oleh time frame.
Draw down yang tinggi umumnya ditemukan di reksadana campuran maupun saham. Untuk sebagian besar reksadana pasar uang, nilai draw down ada di angka 0 koma sekian. Bahkan tidak sedikit pula yang nilainya 0,00 persen.