Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mentan Buka-bukaan Soal Alasan Sulitnya Swasembada Kedelai

Kompas.com - 04/01/2021, 19:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, mengakui bahwa pengembangan produksi kedelai oleh petani lokal sulit dilakukan untuk mencapai swasembada kedelai

Hal ini mengingat komoditas tersebut tidak memiliki kepastian pasar dibandingkan komoditas pangan lainnya.

Peningkatan produksi kedelai diakui memang tidak mudah untuk dilakukan, mengingat kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan bagi tanaman utama seperti padi, jagung, tebu, tembakau, dan bawang merah.

Syahrul menjelaskan pemenuhan kedelai secara mandiri diperlukan mengingat kebutuhan kedelai sebagai bahan baku untuk produksi tempe dan tahu setiap tahunnya semakin bertambah.

Baca juga: Harga Kedelai Mahal, Tahu dan Tempe Jadi Penyumbang Inflasi

Pemerintah, kata dia, terus berupaya menekan impor kedelai yang hingga saat ini masih tinggi.

"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budi daya," kata Syahrul dilansir dari Antara, Senin (4/1/2021).

"Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," kata dia lagi.

Menurut Syahrul, masalah ketergantungan impor dan dampaknya terhadap harga merupakan masalah global yang berimbas dari negara asal produsen, yakni Amerika Serikat.

Baca juga: Janji Jokowi Bawa RI Swasembada Kedelai dalam 3 Tahun dan Realisasinya

Melonjaknya harga kedelai ini, menurut Kementerian Perdagangan, dikarenakan kenaikan permintaan konsumsi dari China sebagai negara importir kedelai terbesar dunia.

Indonesia yang menjadi negara importir kedelai setelah China pun akhirnya turut merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut.

Kenaikan harga kedelai ini menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe yang terpaksa harus meningkatkan harga jual.

"Tidak hanya di Indonesia ada kontraksi seperti ini, di Argentina misalnya juga terjadi polemik polemik terkait produksi kedelai," kata Mentan Syahrul.

Baca juga: PP Muhammadiyah Dorong Pemerintah Segera Atasi Polemik Mahalnya Harga Kedelai

Oleh karena itu Kementan akan fokus melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai dalam negeri.

Produksi kedelai dalam negeri harus bisa bersaing, baik dari kualitas maupun harganya melalui perluasan areal tanam dan mengsinergikan para integrator, unit-unit kerja Kementan, dan pemerintah daerah.

Pada kesempatan tersebut, Kementan memfasilitasi nota kesepahaman (MoU) antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), serta investor dengan Ditjen Tanaman Pangan.

Kerja sama tersebut bertujuan meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani.

Baca juga: Mengapa Indonesia Begitu Bergantung Pada Kedelai Impor dari AS?

"Kami sudah bertemu dengan jajaran Kementan dan juga melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari kementerian dan pemerintah daerah untuk mempersiapkan kedelai nasional kita lebih cepat," kata Syahrul.

Seperti diketahui harga kedelai saat ini melonjak hingga Rp 9.300 per kilogram, dari harga tiga bulan lalu yang masih di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram, berdasarkan data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indoensia (Gakoptindo).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Whats New
Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Whats New
Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Whats New
DANA dan Jalin Sepakati Perluasan Interkoneksi Layanan Keuangan Digital

DANA dan Jalin Sepakati Perluasan Interkoneksi Layanan Keuangan Digital

Whats New
Kredit UMKM Bank DKI Tumbuh 39,18 pada Kuartal I-2024

Kredit UMKM Bank DKI Tumbuh 39,18 pada Kuartal I-2024

Whats New
Penyaluran Kredit Bank Mandiri Capai Rp 1.435 Triliun pada Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Bank Mandiri Capai Rp 1.435 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Imbas Boikot, KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai

Whats New
Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Gapki Tagih Janji Prabowo Bentuk Badan Sawit

Whats New
Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Pameran Franchise dan Lisensi Bakal Digelar di Jakarta, Cek Tanggalnya

Smartpreneur
Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Akvindo Tegaskan Tembakau Alternatif Bukan buat Generasi Muda

Whats New
Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Allianz Syariah Bidik Target Pengumpulan Kontribusi Capai 14 Persen Sepanjang 2024

Whats New
Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Laba Bersih Astra International Rp 7,46 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com