Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Cepat RI-China: Awalnya Rp 86 Triliun, Bengkak Jadi 114 Triliun

Kompas.com - 23/10/2021, 06:45 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah jadi bulan-bulanan kritik. Ini setelah Presiden Jokowi mengizinkan proyek kerja sama Indonesia-China itu dibiayai APBN lewat skema penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN yang terlibat dalam konsorsium. 

Padahal sebelumnya, Jokowi berjanji tak akan menggunakan duit rakyat sepeser pun untuk mendanai proyek kereta cepat. Pemerintah juga sebelumnya berjanji untuk tidak menjamin proyek tersebut. 

Jokowi sudah meralat janjinya tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Kronologi penawaran China

Menilik ke belakangan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan Jepang. Negeri Sakura itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Baca juga: Dilema Kereta Cepat: Turun di Padalarang, Naik KA Lagi ke Bandung

Saking seriusnya menawarkan proyek tersebut, JICA bahkan telah menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun. 

Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu rupanya mendapat sambutan baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Rini Soemarno

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno melepas secara simbolis keberangkatan pemudik dalam Program Mudik Bareng BUMN 2019 di kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Kamis (30/5/2019).KOMPAS.com/MURTI ALI LINGGA Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno melepas secara simbolis keberangkatan pemudik dalam Program Mudik Bareng BUMN 2019 di kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Kamis (30/5/2019).

China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN. 

Baca juga: Plus Minus Jakarta-Bandung Naik KA Argo Parahyangan Vs Kereta Cepat

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun. Selain itu, China menjamin pembangunan ini tak menguras dana APBN Indonesia. 

Penegasan semua biaya Kereta Cepat Jakarta Bandung tanpa uang APBN kemudian disahkan pemerintah Jokowi lewat penerbitan Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Meski demikian, Jokowi kemudian meralatnya agar APBN bisa ikut mendanai kereta cepat dengan menandatangani Perpres Nomor 93 Tahun 2021.

Pembengkakan biaya

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI (Persero) Salusra Wijaya mengatakan kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membengkak atau mengalami cost overrun (kelebihan biaya) menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.

Baca juga: Beda dari Jokowi, Malaysia Pilih Batalkan Proyek Kereta Cepat meski Merugi

Menurut Salusra, estimasi tersebut turun dari perkiraan pembengkakan awal mencapai 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,8 triliun hingga 11 miliar dollar AS atau Rp 156,8 triliun.

Menurut Salusra, estimasi tersebut turun dari perkiraan pembengkakan awal mencapai 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,8 triliun hingga 11 miliar dollar AS atau Rp 156,8 triliun.

"Jadi perkiraan awalnya itu akan berkembang menjadi 8,6 miliar dollar AS yaitu waktu dibuat estimasinya pada November 2020 oleh konsultan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dan estimasi konsultan PSBI itu bahkan mencapai antara 9,9 miliar dollar AS hingga 11 miliar dollar AS," kata Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, 1 September 2021 lalu. 

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com