Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak Tips Alokasi Investasi di Tengah Ancaman Resesi Global yang Kian Nyata

Kompas.com - 29/09/2022, 19:40 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi ekonomi global semakin terancam memasuki jurang resesi. Hal ini kemudian membuat berbagai instrumen investasi, khususnya yang berisiko tinggi, sangat volatil.

Dengan kondisi pasar yang fluktuatif, Perencana Keuangan Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan, bukan berarti individu harus mengurangi atau bahkan berhenti investasi.

Pasalnya, apabila individu memutuskan untuk menghentikan investasi dan menyimpan seluruh dananya secara pribadi atau di bank, nilai mata uang tersebut berpotensi tergerus inflasi. Maklum saja, indeks harga konsumen (IHK) RI selama beberapa bulan terakhir memang terus merangkak naik.

Baca juga: Resesi Global di Depan Mata, Waktunya Kurangi Investasi dan Simpan Uang Tunai?

Menurutnya, saat ini individu masih dapat menempatkan dananya di instrumen investasi yang memiliki risiko rendah. Contohnya, logam mulia, deposito, atau reksa dana berbasis pendapatan tetap.

"Jadi biar (dana) tetap bisa digunakan, dan dicairkan, namun kemungkinan melawan inflasi cukup kuat, kita bisa ditaruh di uang tunai atau instrumen investasi yang memang gampang dicairkan," tutur Andy, kepada Kompas.com, Kamis (29/9/2022).

Selain itu, sebenarnya individu juga masih bisa menempatkan dananya di instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham. Namun, ini harus disesuaikan dengan profil investasi masing-masing individu.

Tips Alokasi Investasi

Sebagaimana diketahui, profil risiko investasi secara umum terbagi menjadi tiga jenis yakni konservatif, moderat, dan agresif. Di mana konservatif memiliki profil risiko paling rendah, moderat profil risiko menengah, dan agresif profil risiko paling tinggi.

Baca juga: Strategi Investasi Saham di Tengah Ketidakpastian Global Ala Kaesang Pangarep

Untuk individu yang memiliki profil risiko konservatif, Andy tidak menyarankan untuk menempatkan dananya di instrumen investasi risiko tinggi, seperti saham. Ia merekomendasikan seluruh dana investasi ditempatkan di instrumen investasi risiko rendah.

"Saya akan menyarankan saat ini lebih pada ke deposito misal 20 persen, kemudian logam mulia 20 persen, kemudian mau di reksa dana pendapatan tetap itu bisa di sekitar 30 persen, dan di surat berharga negara itu bisa berupa ORI atau sukuk ritel itu bisa 30 persen," tuturnya.

Sementara untuk profil risiko moderat, individu diperbolehkan untuk menempatkan dananya di produk reksa dana berbasis campuran. Akan tetapi, sebagian besar dana investasi disarankan untuk ditempatkan di produk investasi pendapatan tetap seperti deposito dan SBN.

"Mereka bisa meraciknya dengan mereka punya portofolio di SBN sebesar 30 persen, kemudian reksa dana berbasis campuran itu 40 persen, kemudian juga untuk deposito itu 15 persen dan logam mulia 15 persen," katanya.

Instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham baru direkomendasikan kepada individu dengan profil risiko agresif. Bahkan, kepemilikan saham direkomendasikan mencapai 50 persen dari total portofolio investasi.

Akan tetapi, Andy mengingatkan, individu perlu untuk terus memantau kondisi fundamental ekonomi global. Ini guna meminimalisir potensi kerugian yang besar jika pasar saham berguguran nantinya.

"Teman-teman yang portofolionya agresif, saya akan menyarankan pasar saham 50 persen, kemudian mereka juga bisa masuk juga di reksa dana berbasis pasar saham 30 persen, kemudian obligasi ritel atau sukuk ritel 20 persen," ucap Andy.

Baca juga: Ada PHK di Industri Kripto, Investasi Bitcoin Masih Menarik?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com