Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Menghela Turbulensi Ekonomi Global

Kompas.com - 13/10/2022, 10:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selama periode sebelum Agustus 2022, rupiah menguat karena aliran masuk modal asing yang positif dan tekanan inflasi domestik yang minimal. Pada minggu akhir Agustus, BI berubah menjadi hawkish karena melihat kenaikan inflasi inti, ukuran permintaan agregat domestik yang lebih rekat daripada inflasi utama, merayap naik hingga 3 persen, dan mengancam akan meningkat lebih lanjut karena kenaikan harga eceran bahan bakar baru-baru ini.

Baca juga: Suku Bunga BI Naik, Ini Dampak Positif dan Negatifnya

Sejauh ini BI telah menaikkan suku bunganya hanya sebesar 75 bps, untuk menahan tekanan pada rupiah dan memberi sinyal pengetatan moneter ke depan untuk mengurangi inflasi inti. Ke depan, kita bisa berharap sikap agresif BI akan berubah.

September ini saja, disinyalir inflasi inti berkutat pada 3,5 persen, sedangkan inflasi headline diperkirakan sekitar 6,08 persen (yoy), naik dari 4,69 persen pada Agustus. Cadangan devisa BI turun signifikan seiring pelemahan rupiah.

Karena itu, besar harapan BI akan menaikkan suku bunga kebijakan hingga 5 atau 5,25 persen pada akhir tahun agar aset rupiah tetap menarik bagi investor portofolio asing. Pada level tersebut, suku bunga masih belum terlalu mengganggu pertumbuhan pasca pandemi, terutama karena transmisi kebijakan kenaikan suku bunga dalam perekonomian akan memakan waktu sekitar enam bulan.

Namun, ini tidak cukup, BI juga harus gencar memberlakukan kewajiban repatriasi pendapatan ekspor ke sektor keuangan domestik dan membujuk sektor swasta domestik untuk meningkatkan produktivitasnya, mungkin bank dan korporasi yang masih memiliki likuiditas tinggi untuk membeli obligasi pemerintah.

Dalam jangka menengah hingga panjang, pemerintah dan BI harus koordinasi guna menghindari jebakan dalam “perangkap komoditas” dengan mengintegrasikan keputusan ekonomi yang diambil ke dalam rantai nilai global yang divergen dan menggali potensinya ekonomi yang ada.

Poin utama lain adalah mengarus pada giat pemerintah yang harus memanfaatkan fenomena bonus demografi. Paling tidak dengan membuat kebijakan ekonomi yang mengarah ke investasi asing dengan prosedur yang lebih mudah untuk melakukan bisnis melalui reformasi regulasi, birokrasi, serta infrastruktur yang lebih baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com