Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Anggapan yang Salah soal Asuransi

Kompas.com - 24/10/2022, 14:07 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat yang belum memiliki asuransi biasanya merasa sayang jika uangnya digunakan untuk membayar premi asuransi. Ada juga masyarakat yang lebih memilih berinvestasi ketimbang berasuransi.

Sementara sebagian lagi merasa sudah cukup dengan memiliki asuransi dari kantor atau BPJS.

Co-Founder MiPOWER by Sequis and Registered Financial Planner Edwin Limanta mengatakan, asuransi memang identik dengan pembayaran premi yang harus dibayar secara periodik, sehingga nasabah harus cermat dalam mengatur pengeluarannya.

Namun, memproteksi finansial sejak dini adalah keputusan bijaksana karena manfaat pertanggungan sebanding dengan biaya asuransi yang wajib dibayar oleh nasabah.

Baca juga: Agen Asuransi Bisa Raup Penghasilan Rp 1 Miliar per Bulan, Bagaimana Caranya?

"Asuransi nantinya berguna untuk menjaga ketahanan keuangan keluarga ketika tumpuan penghasilan utama hilang," kata dia dalam siaran pers, Senin (24/10/2022)

Lebih lanjut, ia menjelaskan beberapa salah paham yang kerap terjadi di masyarakat tentang asuransi.

1. Menganggap premi asuransi mahal

Edwin mengungkapkan, premi dianggap mahal sehingga seringkali calon nasabah langsung menolak. Alasannya takut tidak dapat konsisten membayar premi.

Ia bilang, masyarakat perlu untuk membandingkan dengan besarnya biaya yang harus dibayar saat harus rawat medis dan biaya untuk rawat jalan pasca rawat inap. Apalagi ketika diagnosanya adalah penyakit kritis maka akan semakin banyak dana yang akan dibutuhkan untuk pengobatan.

Baca juga: Cerita Vidi Aldiano Punya Produk Asuransi di Usia Muda, Preminya Lebih Murah

Edwin memaparkan, ada juga yang menanyakan mengapa premi yang dikenakan pada dirinya lebih mahal dari orang lain, padahal usianya dan produk asuransi yang dipilih sama.

Ada juga yang mengira premi dapat diketahui langsung dari customer service atau bertanya pada admin media sosial perusahaan asuransi.

Sebagai catatan, perusahaan asuransi dalam menentukan premi akan terlebih dahulu melakukan perhitungan risiko berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi kesehatan, serta gaya hidup. Itu sebabnya, premi pada setiap orang bisa berbeda.

“Jika memiliki asuransi terkendala premi maka sesuaikan manfaat asuransi dengan kebutuhan dan kemampuan finansial. Dengan demikian, premi yang harus dibayar pun bisa lebih terjangkau. Premi juga bisa murah jika saat saat mengajukan asuransi masih berusia muda, produktif, dan sehat,“ sebut Edwin.

Baca juga: Milenial Lebih Suka Produk Asuransi yang Spesifik dan Mengikuti Gaya Hidup

2. Menganggap asuransi sama dengan tabungan

Edwin mengatakan banyak yang berharap membayar premi asuransi bisa mendapat hasil lebih layaknya tabungan.

Padahal, asuransi berbeda dengan instrumen keuangan lainnya, seperti tabungan karena hakikat asuransi adalah memberikan proteksi dan rasa aman dari kemungkinan risiko finansial yang kejadiannya tak terduga.

“Dana asuransi tidak bisa diambil kapan saja sebagaimana tabungan dan asuransi bukan untuk mencapai tujuan keuangan tertentu. Giat menabung dapat membantu mencapai tujuan finansial, seperti membeli rumah atau persiapan pendidikan anak. Tetapi, tujuan finansial tersebut bisa saja terhambat jika terjadi risiko finansial, seperti sakit kritis, kecelakaan, dan cacat atau meninggal dunia dalam perjalanan waktu," jelas dia.

"Memiliki asuransi dimaksudkan untuk memberikan rasa aman dan terlindungi dalam perjalanan mencapai tujuan finansial, yakni saat Tertanggung terkena risiko tersebut di atas maka manfaat bisa cair sesuai ketentuan polis,” sambung dia.

Baca juga: Dorong Akses dan Literasi Asuransi, DAI Gelar Puncak Hari Asuransi 2022

3. Menganggap klaim asuransi pasti diterima

Banyak masyarakat menganggap, klaim asuransi kesehatan yang diajukan pasti diterima. Padahal, ada ketentuan dalam polis yang menjadi dasar pengambilan keputusan klaim. Umumnya, pengajuan klaim berpotensi ditolak jika termasuk dalam 3 hal berikut ini.

Pertama, terdapat kondisi tertentu yang sudah ada pada pasien sebelum memiliki asuransi yang masuk dalam pengecualian polis (Pre-existing condition).

Kedua, nasabah bisa mengajukan klaim sesuai ketentuan polis. Namun, pengajuan klaim tidak dapat dilakukan sebelum masa tunggu yang tertera dalam polis.

Jika nasabah tetap mengajukan klaim sebelum periode tersebut sudah pasti pengajuan klaim akan ditolak.

Baca juga: Viral Agen Asuransi Punya Penghasilan Rp 1 Miliar, Pengamat: Tidak Bisa Instan

Masa tunggu mungkin berbeda pada setiap perusahaan asuransi atau produk asuransi, sehingga sebelum mengajukan klaim perhatikan informasi kapan nasabah dapat melakukan pengajuan klaim.

Misalnya, dalam produk asuransi kesehatan biasanya masa tunggu adalah 30 hari dan 90 hari pada asuransi penyakit kritis sejak polis disetujui. Sementara untuk asuransi jiwa tidak ada masa tunggu untuk manfaat meninggal dunia melainkan masa uji (Contestable Period)

Ketiga, ada pengecualian dalam polis. Setiap perusahaan asuransi memiliki aturan yang berbeda mengenai pengecualian. Misalnya, klaim cedera karena tindakan pidana atau kejahatan tidak bisa diproses.

“Saat akan memilih produk asuransi, pilihlah produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi finansial. Lalu, saat sudah menerima buku polis jangan langsung disimpan tapi baca dulu seluruh syarat dan ketentuan, manfaat dan pengecualian pada buku polis,” tutup Edwin.

Baca juga: 5 Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan BI terhadap Masyarakat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Whats New
3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

Whats New
Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Whats New
10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

Spend Smart
Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Spend Smart
Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Whats New
Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Whats New
Viral Video Pejabat Kemenhub Ajak Youtuber Korea ke Hotel, Menhub Minta Kasus Diusut

Viral Video Pejabat Kemenhub Ajak Youtuber Korea ke Hotel, Menhub Minta Kasus Diusut

Whats New
Pengertian Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli dan Pembagiannya

Pengertian Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli dan Pembagiannya

Earn Smart
Apa yang Dimaksud dengan Persamaan Dasar Akuntansi?

Apa yang Dimaksud dengan Persamaan Dasar Akuntansi?

Earn Smart
Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com