Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdy Hasiman
Peneliti

Peneliti di Alpha Research Database. Menulis Buku Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara, Gramedia 2019. dan Monster Tambang, JPIC-OFM 2013.

Vale Indonesia dan Komitmen Bangun Sektor Pertambangan

Kompas.com - 31/10/2022, 11:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kapasitas pabrik smelter Vale itu jauh lebih besar daripada pabrik smelter feronikel perusahaan milik negara, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Pomala sebesar 27.000 metrik ton yang sudah dibangun tahun 1973.

Baca juga: Menilik Prospek Saham ANTM, TINS, dan PTBA Tahun 2022

Dua perusahaan itu menjadi perintis bagi pengembangan pabrik smelter di negeri ini, pada saat perusahaan domestik lainnya ramai-ramai menjual nikel mentah dengan harga murah.

Tentu bukan soal besarnya kapasitas smelter dua perusahaan itu. Poin paling penting yang perlu dipahami adalah, baik Vale maupun ANTM ternyata sudah lama memiliki visi pembangunan industri tambang dengan membangun pabrik smelter agar tidak menjual bijih nikel dalam bentuk mentah dalam harga murah.

Dalam perhitungan Kementerian Koordinator Kemaritimatan dan Investasi, harga nikel olahan hampir 17 kali lipat dari mengekspor nikel mentah ke luar dan membuat negara merugi. Bukan hanya soal penerimaan saja yang merugi, tetapi efek kerusakan alam, lingkungan hidup, dan hutan yang ditinggalkan akibat paradigma penambangan ekstraktif jauh lebih hebat.

Sebelum penghentian ekspor nikel tahun 2020, ekspor nikel kita setiap tahun di atas 40 juta ton per tahun. Itu yang membuat harga nikel global jatuh, karena Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar dunia dengan kontribusi sebesar 27 persen terhadap nikel dunia.

Akibatnya, meskipun Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar dunia, tetapi kita tak bisa menentukan harga nikel di pasar.

Baca juga: Vale Indonesia Dalam Tekanan Politik DPR dan Tiga Gubernur

Sepanjang tahun 2013-2014, kita menyaksikan, berton-ton bijih mentah diangkut tanpa pengawasan ke belasan kapal berbendera asing yang bertaburan tidak jauh dari “pelabuhan”.

Itu terjadi di berbagai titik di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Banyak fakta menyebut, kalau pengiriman “tanah” tersebut dilakukan siang-malam tanpa henti, dan sama sekali tidak memperhatikan good mining practices.

Atas dasar itu, sangatlah penting bagi pemerintah menerapkan kebijakan hilirisasi tambang agar memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional dan daerah.

Vale ternyata bukan hanya cukup diri dengan membangunan smelter feronikel di Sorowako dengan kapasitas 72.000 metrik ton per tahun. Di Sorowako (Sulawesi Selatan) sendiri, Vale akan menambah kapasitas smelter dengan High Pressure Acid Leach (HPAL) sebesar 60.000 metrik ton.

Sementara di Pomala, Pabrik HPAL direncankan berkapasitas 120.000 metrik ton per tahun. Di Morowali juga, Vale akan membangun pabrik smelter untuk pengembangan batrerai untuk mobil listrik dengan kapasitas 73.000 metrik ton per tahun.

Dari tiga smelter itu saja, Vale harus mengeluarkan dana investasi hampir 6 miliar dollar (Rp 93,5 triliun). Dana investasi sebesar ini tentu tak bisa dijangkau oleh pengusaha-pengusaha domestik.

Perlu kita ketahui, sangat jarang pengusaha domestik, selain BUMN tambang, seperti ANTM yang berani mengeluarkan dana investasi besar untuk pembangunan smelter dalam rangka mendorong kebijakan hilirisasi.

Hampir sebagian besar pengusaha domestik yang kelas menengah, menjual biji nikel dalam bentuk mentah ke pabrik-pabrik milik perusahaan Tiongkok yang tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sampai Maluku.

Fakta ini sangat penting diketahui agar publik di Tanah Air tidak ikut arus kemauan para politisi dan elite lokal yang berambisi mengambil-alih tambang Vale 100 persen. Dengan dana investasi di atas 5 miliar dolar saja, sudah sangat cukup bagi kita membuktikan bahwa Vale memiliki komitmen tinggi mendukung kebijakan hilirisasi pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com