JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) selama 2022 telah empat kali menaikkan suku bunga acuannya dengan total kenaikan 125 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Hal ini berdampak pada kenaikan suku bunga simpanan dan kredit perbankan dalam negeri.
Chief Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, efek dari lonjakan suku bunga acuan BI ini memang belum terlalu terasa di tahun ini lantaran terjadi efek tunda transmisi suku bunga acuan BI pada bunga perbankan.
Efek tersebut baru akan terasa di tahun depan di mana kenaikan suku bunga kredit perbankan akan mulai terasa.
"Terkait dengan proyeksi kami, pertumbuhan kredit kan akan cenderung melambat dibandingkan dengan tahun ini," ujar Josua saat webinar Market Outlook 2023, Sabtu (26/11/2022).
Baca juga: Omzet Turun Akibat Inflasi, Ini Strategi Untuk UMKM agar Bisnis Tetap Jalan Tanpa PHK Karyawan
Berdasarkan data BI, akibat dari kenaikan suku bunga acuan BI sejak Agustus lalu, suku bunga deposito 1 bulan pada Oktober 2022 naik menjadi 3,40 persen dari 2,89 persen pada Juli 2022, sedangkan suku bunga kredit Oktober 2022 masih meningkat terbatas menjadi 9,09 persen dari 8,94 persen pada Juli 2022.
Kemudian ditambah dengan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di tahun depan, kenaikan bunga kredit itu akan berpengaruh pada kenaikan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Namun karena pada 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit untuk sektor-sektor tertentu, maka dia memperkirakan NPL akan mengalami kenaikan tapi tidak signifikan.
Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik Lagi, Pemerintah Diminta Berikan Insentif Sektor Perumahan
Selain itu, Josua menilai saat ini aktivitas ekonomi sudah membaik, mobilisasi masyarakat sudah meningkat, dan kualitas kredit perbankan tetap terjaga sehingga NPL tidak akan terlalu terkerek naik.
Adapun pada September 2022, rasio NPL bruto tercatat sebesar 2,78 persen dan NPL neto sebesar 0,77 persen.
"Simulasi kami bahwa kenaikan NPL pun semestinya tidak akan lebih tinggi dari lets say 4 sampai 5 persen, masih di bawah itu harapannya," kata Josua.
Baca juga: Ekonomi RI Masih Baik, BI: Kenaikan Suku Bunga Acuan Tak Harus Seagresif Negara Lain
Selain itu, dia bilang, perbankan juga pasti sudah memiliki strategi bisnis masing-masing untuk mengantisipasi hal tersebut.
Sebab, di tahun-tahun sebelumnya perbankan sudah pernah mengalami kondisi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini.
"Kita belajar kemarin di 2014 pada saat (masa kejayaan) komoditas berakhir, dampaknya ke perbankan juga NPL langsung naik. Makanya ini juga tetap dilakukan oleh perbankan bagaimana portofolio manajemen itu agar sektor-sektor yang berkaitan komoditas ini tidak terlalu berat untuk bisa membatasi kenaikan NPL lebih lanjut," tukasnya.
Baca juga: Meredam Efek Samping Kenaikan Suku Bunga Acuan BI
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.