Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Disrupsi Kereta Cepat

Kompas.com - 24/12/2022, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Eksistensi Boeing dan besarnya pasar industri layanan penerbangan domestik (alternatif utama bagi traveler selain jalur darat) di Paman Sam adalah satu dari beberapa pertimbangan penting mengapa Amerika belum juga melirik kereta cepat.

Lantas bagaimana dengan kereta cepat di Indonesia, tepatnya kereta cepat Jakarta-Bandung?

Ya, tak ada rute penerbangan antara kedua kota, karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, plus minus 140-an km. Jadi tak akan ada korban di industri penerbangan jika kereta cepat diterapkan. Kalau rutenya sampai ke Surabaya, mungkin ceritanya akan berbeda.

Tapi ada beberapa moda transportasi dan ada layanan jalan bebas hambatan dari Jakarta ke Bandung. Moda transportasi tersebut adalah kereta api (ekonomi dan eksekutif), bus, travel, dan kendaraan pribadi.

Semuanya rerata memakan waktu plus minus 3-4 jam perjalanan. Butuh waktu untuk membuktikan moda transportasi Jakarta-Bandung mana yang akan terkapar duluan setelah kereta cepat dimulai.

Santer dikabarkan bahwa Argo Parahyangan, layanan kereta api eksekutif Jakarta-Bandung, akan menjadi korban pertamanya.

Tapi nampaknya tak ada masalah bagi BUMN PT. KAI yang mengoperasikan Argo Parahyangan. Pasalnya, PT. KAI adalah salah satu pemegang saham terbesar kereta cepat Jakarta-Bandung.

Boleh jadi bagi PT. KAI, keputusan menutup Argo Parahyangan untuk menoleransi eksistensi kereta cepat adalah pilihan bisnis yang masuk akal.

Sebut saja dalam istilah bisnis apa yang dilakukan PT. KAI adalah "hedonic adjustment" alias peningkatan kualitas produk. Atau dalam bahasa Schumpeter, "creative destruction".

Ya, ibarat sekuensi produk Iphone 6 ke Iphone 7 lalu ke Iphone 8, 9,10,11 dan seterusnya. Tak masalah pakai layanan kredit atau Paylater dari aplikasi ecommerce yang pemilik saham utamanya adalah Ali Baba, yang penting bisa pakai Iphone terbaru.

Tapi lagi-lagi pertanyaanya, apakah masuk akal secara bisnis? Boleh jadi masuk akal. Kereta cepat Jakarta Bandung menarget pasar sekitar 31.000 penumpang per hari. Sementara Argo Parahyangan hanya mengantongi rerata 11.000 penumpang per hari.

Dari mana sisanya? Jawabannya, pengguna kendaraan pribadi yang melewati jalan Tol Jakarta Bandung dan pengguna travel premium.

Sebut saja 11.000 penumpang Argo Parahyangan bermigrasi ke kereta cepat, lalu Argo Parahyangan menjadi "almarhum".

PT. KAI kehilangan bisnis kereta eksekutif Jakarta-Bandung, pembeli mobil pribadi dan pengguna tol mungkin berkurang, serta pengguna travel eksekutif juga demikian.

Sebagai gantinya, PT. KAI mendapat teknologi baru bernama kereta cepat dan mendapatkan sebagian besar proporsi saham yang menjadi bagian pemain dalam negeri (sekian persen dari 60 persen saham kereta cepat).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com