Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Tarif Asuransi, Menguntungkan atau Merugikan Nasabah?

Kompas.com - 07/01/2023, 21:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perang tarif premi di industri asuransi sedang berlangsung. Perusahaan-perusahaan asuransi berlomba menawarkan tarif premi dengan besaran yang sangat rendah untuk menarik konsumen.

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai hal itu sebagai praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini dinilai bisa menguntungkan sekaligus bisa merugikan konsumen.

"Menguntungkan juga merugikan. Menguntungkan karena menghemat biaya tapi juga merugikan kalau sulit mendapatkan ganti rugi saat terjadi klaim," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (7/1/2023).

Baca juga: Atur Keuangan, Sisihkan 10 Persen Gaji untuk Proteksi Asuransi

Terlepas dari keuntungannya, dia justru mengimbau agar nasabah lebih hati-hati saat memilih produk asuransi karena sangat berisiko gagal bayar klaim.

Nasabah dinilai perlu mencari tahu latar belakang dan reputasi perusahaan asuransi yang akan dipilih. Sebab, perusahaan asuransi yang terlalu menurunkan tarif preminya justru risiko gagal bayar klaimnya lebih besar.

"Nasabah harus waspada dengan asuransi yang jor-joran membanting tarif karena pada akhirnya tidak mampu membayar klaim," ucapnya.

Baca juga: Manfaatkan Free Look Period Asuransi untuk Cegah Nasabah Alami Penolakan Klaim


Sudah berlangsung lama

Dia mengungkapkan, perang tarif premi pada industri asuransi tidak hanya terjadi kali ini saja, tetapi sudah berlangsung setidaknya lima tahun yang lalu.

Akibatnya, bukan hanya merugikan nasabah saja tetapi juga perusahaan asuransi dan reasuransi. Sebab, nasabah akan menghadapi perusahaan asuransi yang tidak mampu membayar klaim karena tidak ada dukungan reasuransi.

"Ibarat jarum jam, setelah diberlakukan tarif kemudian asuransi menangguk untung, kembali terjadi perang tarif untuk dapat bersaing. Demikian siklus terus berulang," ungkapnya.

Baca juga: Menilik Kasus Penyakit Indra Bekti, Apa Saja Penyebab Klaim Asuransi Ditolak?

Menurut dia, perang tarif ini terus berulang karena regulator dan asosiasi tidak tegas menindak perusahaan-perusahaan asuransi yang melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat ini.

Ia menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator harus beritindak tegas dengan menegur asosiasi selaku pengawas dan pemberi sanksi untuk menindak anggota yang melanggar ketentuan tarif premi dari OJK.

"Memang membingungkan. OJK mengatur tarif tapi tidak tegas. Sedangkan asosiasi yang diberi kewenangan menertibkan tidak melakukan apa-apa," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, OJK terus mencermati perkembangan perang tarif di perusahaan asuransi. Pasalnya, praktik persaingan usaha ini berkembang menjadi semakin tidak sehat.

Baca juga: Ada Perang Tarif di Industri Asuransi, Ini Kata OJK

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, perusahaan-perusahaan asuransi saling menawarkan asuransi dengan harga yang sangat rendah untuk bisa bersaing dalam menarik konsumen.

Rata-rata premi yang dibayarkan asuransi kredit sebesar kurang dari 1 persen. Sementara rata-rata tingkat gagal bayar atau default asuransi kredit di kisaran 2-3 persen.

Oleh karena itu, jika perang tarif ini dibiarkan maka dalam jangka panjang perusahaan asuransi akan tidak mampu membayar klaim yang ditagihkan bank sehingga akan terjadi gagal bayar.

"Untuk itu kami sedang mengkaji dan akan mengatur mengenai batasan minimal premi untuk asuransi-asuransi yang kami anggap tidak sehat," ujarnya saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK Desember 2022, Senin (2/1/2023).

Baca juga: Mencari Jalan Terang Inklusi Keuangan Industri Asuransi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com