Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemborosan Anggaran, Ada 27.000 Aplikasi Milik Pemerintah Lewat Vendor

Kompas.com - 20/03/2023, 19:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menantang anak-anak muda ahli IT Indonesia untuk bisa membereskan 27 ribu aplikasi pemerintahan yang ada.

Ribuan aplikasi ini banyak yang saling tumpang tindih dan tidak bisa bekerja secara efisien. Ia pun menantang para ahli IT Tanah Air ikut membantu membereskannya.

"Ternyata kita punya 27 ribu aplikasi seluruh pemerintahan ini. Itu punya berapa banyak vendor itu," kata Luhut dalam acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2023 dikutip dari Antara.

"Sekarang, saya katakan, banyak adik-adik yang muda, yang dari ahli IT, ayo tunjukkan kau ini orang Indonesia hebat, satukan ini," tantangnya.

Luhut meyakini anak bangsa bisa melakukannya tanpa perlu biaya yang tinggi. Ia mencontohkan aplikasi PeduliLindungi yang sukses dikembangkan saat pandemi lalu.

Baca juga: Deretan BUMN yang Punya Bisnis Kampus Perguruan Tinggi

"Saya diberitahu Pak Anas (Menteri PAN RB Abdullah Azwar Anas) di Indonesia ini banyak anak muda hebat-hebat yang membuat aplikasi-aplikasi di kementerian, lembaga, pemda dan sebagainya," beber Luhut.

"Ayo Anda bekerja. Tidak pakai uang-uang mahal-mahal semua itu dan saya yakin bisa. Haqqul yaqin karena pengalaman di Covid-19 kemarin," katanya.

Pemborosan anggaran

Sebelumnya, ribuan aplikasi bikinan pemerintah ini sempat dikeluhkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Ia mengungkapkan, pemerintah memiliki sekitar 24.000 aplikasi yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga (K/L). Bahkan menurut data terbaru mencapai 27.000 aplikasi.

Namun, aplikasi-aplikasi itu tidak beroperasi secara multifungsi, sehingga tidak efisien dan membuat boros anggaran negara karena dikerjakan pihak ketiga alias vendor melalui lelang maupun penunjukan langsung.

"Bayangkan kita punya 24.000 aplikasi dan setiap kementerian/lembaga itu punya 2.700 database sendiri-sendiri," ujar Sri Mulyani dalam side event "G20: Festival Ekonomi Keuangan Digital" di Bali pada 11 Juli 2022.

Baca juga: Profil 4 Bank BUMN di Indonesia dan Nilai Asetnya

Oleh sebab itu, pemerintah akan melakukan intergovernmental connection atau integrasi data yang akan disederhanakan dalam satu database.

Integrasi ini diyakini akan dapat menghemat biaya operasi pemerintah secara lebih efisien, efektif, dan mengurangi risiko serangan cyber security.

"Jadi enggak setiap kementerian/lembaga semua membuat aplikasi sendiri-sendiri yang tidak interoperable (dapat dioperasikan), melainkan mereka akan lebih terkoordinasi. Itu yang disebut digitalisasi government dan juga supaya seluruhnya itu bisa jauh lebih efisien," jelas Sri Mulyani.

Respons Menkominfo

Merespons hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate memastikan bahwa pihaknya bakal penutup aplikasi-aplikasi tersebut secara bertahap dan menggantinya dengan aplikasi super (super app).

"Dari 24.000 aplikasi itu, kami pelan-pelan mulai lakukan shutdown atau ditutup, dan pindahkan pelan-pelan," ungkapnya.

Ia menjelaskan, penggunaan aplikasi pemerintah saat ini memang tidak efisien lantaran masing-masing aplikasi bekerja sendiri, tidak terintegrasi.

Baca juga: Perusahaan Tahan Ijazah Karyawan, Bagaimana Aturan Hukumnya?

Bahkan, setiap kementerian/lembaga serta pemerintah daerah memiliki aplikasi yang berbeda-beda setiap unitnya.

Di sisi lain, pemerintah juga menggunakan 2.700 pusat data dan hanya 3 persen yang berbasis cloud. Sisanya bekerja sendiri-sendiri yang mengakibatkan sangat sulit untuk terintegrasi guna menghasilkan satu data sebagai implementasi dari data driven policy di Indonesia.

Oleh sebab itu, kata Johnny, pemerintah tengah menyiapkan super apps yang nantinya hanya akan ada antara 8 sampai 10 aplikasi untuk kementerian/lembaga ataupun pemerintah daerah.

"Jadi ini memang perlu disiapkan dengan benar karena sangat tidak efisien. Paling tidak hanya 8 aplikasi. Ini sedang kami siapkan dalam roadmap kami," tutup dia.

Baca juga: Untung Rugi Membeli Rumah Lewat Over Kredit

Pentingnya digitalisasi

Luhut juga menekankan digitalisasi merupakan salah satu pilar ekonomi Indonesia untuk menjadi negara maju selain dengan hilirisasi, dana desa dan harga komoditas.

Ia mencontohkan kesuksesan e-katalog atau katalog elektronik yang dikembangkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Mantan Menko Polhukam itu menyebut ada potensi pengadaan barang/jasa pemerintah senilai hingga Rp 1.600 triliun yang sekitar 90 persennya masih dipasok melalui impor.

Pemerintah pun terus mendorong agar angka belanja pemerintah tersebut bisa dilakukan di Indonesia agar roda ekonomi bisa berputar di dalam negeri.

"Anda lihat e-katalog, ada 105 miliar dollar AS atau Rp 1.600 triliun yang selama ini kita impor hampir 90 persen. Sekarang, bertahap dari mulai tahun lalu, itu sudah mulai kita masukkan e-katalog," ungkap Luhut.

Baca juga: Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian, dari 0,5 Gram hingga 1 Kg

"Itu Pak Anas punya prestasi, itu sudah Rp 400 triliun tahun lalu. Tahun ini Presiden memberikan instruksi itu 90 persen kita harus capai tahun ini. Itu bisa," tegasnya.

Dalam catatan Kemenko Marves, realisasi belanja produk dalam negeri (PDN) pada 2022 oleh kementerian/lembaga, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN mencapai Rp 698,68 triliun atau 69,78 persen dari komitmen Rp 1.001,26 triliun.

Adapun pada tahun 2023, pemerintah menargetkan belanja produk dalam negeri (PDN) sebanyak 95 persen dengan penayangan 5 juta produk dalam negeri di e-katalog.

Luhut menegaskan efisiensi melalui terbangunnya ekosistem digitalisasi diyakini akan mampu mengurangi korupsi serta mendorong inovasi anak bangsa.

"Memang tiba-tiba naik penerimaan pajak kita 48,6 persen itu dari batu? Dari efisiensi. Karena semua terdigitalisasi. Ini yang kita bangun, ekosistem, sehingga akan mengurangi korupsi, akan membuat efisiensi dan akan juga membuat inovasi-inovasi anak muda Indonesia," tutur Luhut Pandjaitan.

Baca juga: Apa Bedanya Intan, Permata, dan Berlian?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com