Di Indonesia, deindustrialisasi dini terjadi pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding Korea Selatan dan Jepang.
Korea Selatan mengalami deindustrialisasi saat GDP per kapita mencapai 8.000 dollar AS, sementara di Jepang terjadi pada kisaran 18.000 dollar AS.
Sedangkan di Indonesia, deindustrialisasi dimulai sekitar tahun 2000-an pada tingkat pendapatan per kapita yang jauh lebih rendah, sekitar 2.000 dollar AS.
Oleh karena itu, Indonesia mengalami deindustrialisasi relatif lebih cepat pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan Korea Selatan dan Jepang. Ini menunjukkan deindustrialisasi dini Indonesia sudah terjadi sejak lama.
Terlebih, kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, meski masih menjadi penopang utama perekonomian.
Menurut data BPS, tahun 2020 sektor manufaktur masih berkontribusi sebesar 19,88 persen, kemudian terus mengalami penurunan pada 2021 menjadi 19,25 persen, dan kembali menurun pada 2022 menjadi 18,34 persen.
Proporsi nilai tambah sektor industri manufaktur terhadap PDB Indonesia dari 2010 hingga 2022 juga menunjukkan tren penurunan yang cukup konsisten.
Selama periode tersebut, proporsi tersebut turun dari 22,04 persen pada 2010 menjadi 20,47 persen pada 2022, dengan penurunan rata-rata sebesar 1,57 persen. Ini mengindikasikan bahwa peran sektor manufaktur terus menyusut.
Selain itu, proporsi tenaga kerja sektor industri manufaktur di Indonesia mengalami fluktuasi beberapa tahun terakhir. Pada 2015, proporsi tersebut sebesar 13,53 persen, sedikit menurun menjadi 13,41 persen pada 2016.
Namun, terjadi peningkatan signifikan pada 2017 mencapai 14,51 persen, dan terus meningkat hingga mencapai 14,91 persen pada 2019.
Pada 2020, terjadi penurunan drastis menjadi 13,61 persen. Meski pada 2022 terlihat sedikit pemulihan dengan proporsi 14,17 persen, namun angka tersebut masih jauh dari sebelum pandemi.
Sementara itu, proporsi tenaga kerja sektor jasa menunjukkan tren yang berbeda dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2013, proporsi tersebut sebesar 47,8 persen dan secara konsisten meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 51,4 persen pada 2022, pertumbuhan rata-rata proporsi tenaga kerja sektor jasa sekitar 0,84 persen per tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa sektor jasa menjadi kian dominan dalam menciptakan peluang kerja dan berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Peningkatan proporsi tenaga kerja sektor jasa dan penurunan proporsi tenaga kerja sektor manufaktur mengindikasikan adanya perubahan dalam komposisi tenaga kerja di Indonesia.