Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Dedolarisasi

Kompas.com - 18/06/2023, 10:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dollar akan terdepresiasi tajam kelebihan money base di pasar domestik, aset-aset finansial di Amerika akan mengalami kejatuhan nilai alias diterjang monetary inflation.

Di sisi lain, kemampuan impor Amerika akan menurun, karena nilai mata uangnya jatuh. Impor akan semakin mahal.

Jadi akan terjadi inflasi di sektor riil, seiring dengan monetary inflation. Artinya, Amerika juga berpeluang mengurangi impor dari Indonesia

Sisi baiknya bagi Amerika, produk-produk besutan Amerika akan mendadak kompettif karena mendadak murah.

Misalnya, kalau sebelumnya harga sepatu Nike impor dari US adalah 100 dollar AS, maka kita akan bayar Rp 1,5 juta untuk satu sepatu, dengan kurs 15.000 per dollar.

Kalau dollarnya tepar menjadi Rp 9.000 per dollar, maka harga Nike di sini akan menjadi Rp 900.000. Nike akan berpeluang semakin laku, karena mendadak murah. Begitu pula dengan harga minyak Amerika, Iphone, harga senjata dari Amerika, dll.

Risiko bagi negara lain, seperti Indonesia, daya saing ekspor kita akan melemah karena mata uang rupiah menguat tajam terhadap dollar.

Jadi sebenarnya yang akan terjadi persis seperti perkembangan geopolitik global, yakni multipolar.

Situasinya akan mirip dengan era perang dingin, yakni akan muncul trade block. Bedanya pesertanya lebih banyak. Blok dagang A akan menggunakan maka uang A, blok dagang B akan memakai mata uang B.

Jika negara dari Blok A ingin berdagang dengan negara dari Blok B, bisa kembali ke sistem lama pakai sistem lama, yakni bisa memakai dollar, euro, sterling, yen, plus yuan, sesuai SDR di IMF.

Kelima mata uang ini saat ini dianggap sebagai special drawing right (SDR) di IMF, yang bisa dipakai secara internasional, meskipun persentase yuan masih terbilang sangat kecil

Apakah dollar akan mendadak kolaps? Melemah iya, kolaps nampaknya tidak. Mitra dagang Amarika masih banyak.

Yang terjadi sebenarnya adalah pengurangan dominasi dollar, penambahan pemain baru. Amerika memang sebagai pihak pertama yang telah membangun sistem moneter internasional setelah perang dunia kedua.

China hanya mengikut di belakang dan justru diuntungkan oleh institusi internasional yang dibangun oleh Amerika, seperri WTO.

Namun saat ini China sudah menjadi pemain utama dalam perdagangan global. Tapi untuk membuat sistem baru berbasiskan dollar sekelas SWIFT tentu membutuhkan waktu bagi China.

Jalan awal adalah dengan membangun sistem pembayaran bilateral, lalu membangun komunitas negara seperti BRICS, dan memperkenalkan e-currency, dll, untuk menambah pemain, dengan harapan volume perdagangannya menjadi dominan, anggota bertambah, maka mata uang baru tersebut akan menjadi mata uang besar sekelas Euro dan Dollar.

Namun demikian, dollar akan tetap dipakai dalam volume yang luas untuk waktu yang cukup lama, dengan persentase yang akan terus menurun dari waktu ke waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com