TREN deselerasi penerimaan pajak berlanjut seiring berakhirnya momentum durian runtuh kenaikan harga komoditas.
Di tengah moderasi perolehan pajak, tantangan menjaga stabilitas ekonomi terasa kian berat. Terlebih, situasi ekonomi global masih penuh dengan volatilitas dan ketidakpastian meski era pandemi telah berakhir.
Sejak awal tahun, isyarat perlambatan pendapatan negara memang sudah mencuat. Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak pada Januari 2023 tumbuh 48,6 persen, kemudian turun menjadi 40,35 persen pada Februari 2023.
Tren deselerasi itu terus berlanjut pada Maret 2023 dan April 2023, masing-masing sebesar 33,78 persen dan 21,29 persen.
Kendati secara kumulatif penerimaan negara dari pajak hingga April 2023 masih tergolong baik, yakni setara 40,05 persen dari target APBN 2023, sinyal retardasi itu tetap patut kita waspadai.
Pasalnya, angka pertumbuhan penerimaan pajak pada April 2023, jauh lebih rendah dibanding April 2022 yang mencapai 51,49 persen.
Dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, moderasi pajak terjadi akibat normalisasi basis penerimaan.
Gangguan rantai pasok dan penurunan harga komoditas berimbas negatif pada aktivitas ekspor dan impor, yang menjadi sumber utama perolehan pajak.
Di samping itu, bendahara umum negara juga dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Yaitu menurunkan defisit APBN di bawah 3 persen sebagai langkah konsolidasi fiskal pascapandemi.
Jika tidak tercapai, maka kredibilitas fiskal akan menjadi taruhannya sebab amanat itu tertuang dalam UU No.2/2020.
Kabar baiknya, surplus APBN terus berlanjut pada April 2023, baik dari sisi keseimbangan umum maupun keseimbangan primer.
Angin segar juga datang dari kinerja ekonomi nasional yang tetap tumbuh kuat. Pada triwulan I 2023, perekonomian Indonesia secara tahunan tumbuh 5,03 persen, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2022 sebesar 5,01 persen.
Hanya saja, upaya menjaga stabilitas ekonomi di tengah moderasi pajak menghadirkan tantangan tersendiri.
Opsi mengotak-atik instrumen fiskal demi mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih terbatas. Padahal, kedudukan pajak dalam perekonomian amat krusial karena empat fungsi yang dimilikinya: anggaran, mengatur, stabilitas, dan redistribusi pendapatan.
Di akhir era pandemi, daya beli perlahan meningkat. Sadar bahwa kelas atas pulih lebih cepat, pajak memainkan perannya sebagai instrumen redistribusi pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.