Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Rokok Turun, Setoran Cukai Kena Imbas

Kompas.com - 11/07/2023, 11:12 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan negara yang berasal dari kepabeanan dan cukai turun signifikan hingga Juni 2023. Hal ini disebabkan oleh penerimaan cukai dan bea keluar yang ambles.

Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai baru mencapai Rp 135,4 triliun pada semester pertama tahun ini. Realisasi tersebut setara dengan 44,7 persen target APBN dan turun  18,8 persen dari realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 166,8 triliun.

Jika dilihat lebih spesifik, penerimaan cukai baru mencapai Rp 105,9 triliun, atau setara 43,1 persen target. Nilai ini merosot 12,2 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Baca juga: Indonesia Jadi Negara Berpendapatan Menengah ke Atas, Sri Mulyani: Perjalanan Masih Panjang...

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kontraksi tersebut utamanya disebabkan oleh penurunan produksi hasil tembakau atau rokok. Berdasarkan catatannya, produksi rokok sebesar 139,4 miliar batang hingga Juni 2023, lebih rendah dari tahun sebelumnya 147 miliar batang.

"Cukai yang mengalami penurunan produksi cukup signifikan," ujar dia, dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, Senin (10/7/2023).

Lebih lanjut ia menyebutkan, penurunan paling dalam dicatatkan sektor sigaret kretek mesin (SKM) Golongan 1 dan sigaret putih mesin (SPM) Golongan 1. Selain itu, penurunan penerimaan cukai juga disebabkan tingginya basis produksi pada Maret 2022 akibat kenaikan PPN.

"Oleh karena itu meskipun terjadi kenaikkan dari tarif, namun karena produksi menurun maka penerimaan cukai hasil tembakau adalah Rp 105,9 triliun, kontraksi sebesar 12,2 persen," tuturnya.

Penurunan lebih dalam dicatatkan oleh bea keluar. Tercatat penerimaan bea keluar ambles 77 persen secara tahunan hingga menjadi Rp 5,3 triliun.

Baca juga: Kepala Bea Cukai Makassar Tersangka Suap, Padahal Gaji Sudah Tinggi

Bendahara negara menjelaskan, anjloknya penerimaan bea keluar selaras dengan merosotnya harga komoditas ekspor andalan Indonesia, minyak kelapa sawit atau CPO. Harga CPO tercatat sebesar 879,6 dollar AS per metrik ton pada paruh pertama tahun ini, jauh lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 1.533,3 dollar AS per metrik ton.

"Dan juga volume ekspor dari berbagai tambang mineral Indonesia yang menurun," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, penerimaan bea masuk masih mencatatkan pertumbuhan, yakni sebesar 4,6 persen menjadi Rp 24,2 triliun. Namun demikian, pertumbuhan itu sebenarnya jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun lalu sebesar 30,5 persen.

Pertumbuhan bea masuk disebabkan oleh impor yang masih tinggi. Pada saat bersamaan, kurs rupiah terhadap dollar AS cenderung mengalami pelemahan, sehingga berkontribusi positif terhadap bea masuk.

Baca juga: Mimpi Sri Mulyani, Tunjangan Tinggi, PNS Kemenkeu Tak Lagi Korupsi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com