Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Kenakan Pajak untuk Belanja di "Social Commerce"

Kompas.com - 26/07/2023, 13:10 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengatakan, revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebentar lagi akan diundangkan.

Hal itu lantaran aturan tersebut sudah dibahas antarlintas lembaga dan kementerian dan akan diharmonisasikan pada tanggal 1 Agustus 2023 di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Mengenai Permendag 50 Tahun 2020 ini sudah dibahas bersama sama antarkementerian karena Permendag itu harus dibahas lintas kementerian, termasuk anak buah Pak Teten (Menteri Koperasi dan UKM) sudah berulang kali dan sudah selesai. Sekarang tinggal harmonisasi di Menkumham dan sudah dijadwalkan akan harmonisasi pada tanggal 1 Agustus mendatang," ujar Mendag Zulhas kepada media di Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Lebih lanjut, Mendag Zulhas membeberkan dalam aturan tersebut ada beberapa poin yang direvisi. Pertama, akan mendefinisikan secara jelas mengenai apa itu sosial commerce yang merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan promosi UMKM. Nantinya, social commerce juga diwajibkan memiliki perizinan usaha dan akan dikenakan pembayaran pajak.

Baca juga: Ekonom: Masyarakat Lebih Tertarik Belanja di Social Commerce karena Lebih Murah

"Harus sama dengan usaha lain harus ada perizinan, bayar pajak, dan barang masuk harus ada izin dan kewajiban (bayar) pajak. Kalau beda nanti (aturannya) bisa memukul UMKM kita," kata Zulhas.

Poin kedua dalam social commerce akan disepakati harga minimum pembelian barang sebesar 100 dollar AS.

"Kalau dia harganya cuma Rp 5.000 enggak bisa, minimal Rp 1,5 juta. Kalau jual sepatu yang 5 dollar 10 dollar kita batasi. Barang yang boleh 100 dollar," jelas Zulhas.

Selain itu, Mendag Zulhas juga menegaskan bahwa platform digital tidak boleh sama sekali menjadi produsen karena pengaturan izinnya berbeda-beda.

"Kalau misalnya A di marketplace dia tidak bisa menjadi produsen karena izinnya lain lembaganya dia beda," papar Mendag Zulhas.

Adapun diberitakan sebelumnya, Digital Economy Researcher INDEF Nailul Huda meminta Kementerian Perdagangan untuk segera merevisi aturan Nomor 50 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Baca juga: Apa Perbedaan E-commerce dan Social Commerce?

Hal itu menyusul banyaknya produk impor yang dijual di Tanah Air melalui social commerce seperti aplikasi TikTok.

Huda menjelaskan, impor meningkat seiring terjadinya social commerce boom dan e-commerce boom. Banyak data beredar yang menyebutkan hingga 95 persen produk-produk e-commerce berasal dari impor.

"Mungkin seller-nya lokal, tapi produk-produknya dari impor, terutama China. Ini yang harus dibahas dalam revisi Permendag Nomor 50," ujarnya dalam Diskusi Publik Project S TikTok, yang disiarkan secara virtual, Senin (24/7/2023).

Baca juga: Social Commerce Banjir Produk Impor, Kemendag Perlu Revisi Aturan Perdagangan Elektronik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Whats New
Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Smartpreneur
TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

Whats New
Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Whats New
J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

Whats New
Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com