Berikutnya, anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 493,5 triliun untuk pengentasan kemiskinan, pelindungan, dan kesejahteraan rumah tangga.
Salah satu prioritas penting dalam anggaran tersebut dilakukan (untuk kesekian kalinya) perbaikan data dan targeting.
Program perlindungan sosial juga akan dilakukan melalui registrasi sosial ekonomi, penguatan program pemberdayaan, serta penguatan perlindungan sosial keluarga dan masyarakat.
Sayangnya tidak ada kebijakan pengalihan subsidi BBM dan listrik ke perlindungan sosial seperti 2021. Jika ini dilakukan, tidak hanya akan mengalihkan subsidi yang tepat, tetapi juga memperbaiki distribusi pendapatan dan menghemat BBM.
Rancangan anggaran itu menargetkan penerimaan negara naik 5,5 persen menjadi Rp 2.781,3 triliun dari tahun ini Rp 2.637,2 triliun.
Penerimaan pajak ditargetkan menjadi Rp 2.307,9 atau meningkat kitar 8 persen dibandingkan rencana 2023.
Sayangnya rasio pajak tidak bergerak dari angka sekitar 9-10 persen dari PDB. Rasio pajak tergolong rendah dari sisi historis dan perbandingan antarnegera.
Perhitungan penerimaan negara itu juga berdasarkan asumsi pertumbuhan PDB nominal sekitar 8-9 persen, nilai tukar rupiah rata-rata sekitar Rp 15.000 per dollar AS dan lifting minyak Indonesia sebesar 625.000 barel per hari dan migas setara 1,03 juta barel minyak per hari.
Dari sisi makro, kecenderungan inflasi global masih terus menghantui. "Pemerintah harus memitigasi risiko inflasi pangan agar ekspektasi inflasi dapat terjangkar," peringatan dari para pengamat dengan alasan musim kemarau yang parah akibat pola cuaca El Niño dapat menekan harga pangan.
Risiko inflasi harus disikapi dengan bijaksana, tidak hanya mengandalkan kebijakan moneter ketat. Pengetatan moneter oleh banyak bank sentral di dunia dapat membawa risiko penurunan prospek PDB pemerintah.
Defisit RAPBN dibiayai dari pembiayaan utang, baik utang baru maupun refinancing utang yang jatuh tempo.
Rasio utang per PDB menurun, namun belum kembali ke masa sebelum pandemi. Beban pembayaran pokok utang (SBN, SBSN dan Utang Luar Negeri) tetap membebani APBN.
Meskipun demikian, Pemerintah menargetkan rasio utang pada 2024 di kisaran dibawah 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka rasio ini dinilai masih cukup aman mengingat batas maksimal rasio utang adalah 60 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.