JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mencatat kerugian negara yang diakibatkan oleh produk palsu atau ilegal mencapai Rp 291 triliun. Oleh karena itu, penting untuk menggaungkan kampanye anti pemalsuan, sebagai upaya menekan kerugian negara.
“Secara nominal, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh peredaran produk palsu tersebut mencapai Rp 291 triliun, dengan kerugian atas pajak sebesar Rp 967 miliar serta lebih dari 2 juta kesempatan kerja,” jelas Direktur Eksekutif MIAP Justisiari P. Kusumah di Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Dia mengatakan, data pemalsuan ini menunjukkan seberapa besar kecenderungan permintaan terhadap produk palsu atau ilegal di pasar. Adapun produk ilegal atau yang sering dipalsukan termasuk produk-produk kosmetik, farmasi, perangkat lunak (software), makanan dan minuman, barang dari kulit, produk fashion, oli dan suku cadang otomotif serta tinta printer/katrij.
Baca juga: Buntut Pemalsuan Polis Eks Agen Sinarmas MSIG, OJK Minta Review Tata Kelola Pemasaran
Berdasarkan Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian di Indonesia tahun 2020, akibat konsumsi barang atau produk palsu, negara mengalami kerugian dari pajak dan menurunkan angka kesempatan kerja yang cukup signifikan.
“Produk palsu yang beredar terus mendorong kenaikan kerugian jauh lebih besar dari studi yang pada tahun 2005, 2010 dan 2014. Studi ini kami lakukan secara berkala setiap 5 tahun” lanjut Justisiari.
Baca juga: Fakta-fakta Kasus Pemalsuan QRIS Kotak Amal Masjid
Berdasarkan hasil rekapitulasi olah data, Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia Tahun 2020 yang dilakukan oleh MIAP bekerjasama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH) menemukan tingkat pemalsuan software masih menempati urutan tertinggi rentan dipalsukan hingga 84,25 persen.
Diikuti oleh kosmetik 50 persen, produk farmasi 40 persen, pakaian dan barang dari kulit sebesar masing-masing 38 persen, makanan dan minuman 20 persen, serta pelumas dan suku cadang otomotif sebesar 15 persen.
Baca juga: Tips Membedakan Kaus Band Asli dan Palsu
Sekretaris Jenderal MIAP Yanne Sukmadewi mengatakan, generasi muda saat ini jauh lebih paham dengan dunia digital, dan kreatifitas mereka dalam bersosial media.
Untuk itu, penting agar generasi muda turut mengkampanyekan anti pemalsuan, seabgai bentuk kepedulian terhadap negara.
“Kami berharap melalui tangan mereka inilah tercipta materi Kampanye Anti Pemalsuan yang pas dengan jamannya” tambah Yanne.
Baca juga: Terbongkarnya Kasus IMEI Ilegal yang Membuat Ratusan Ribu Ponsel Terancam Diblokir
Untuk itu mendorong kampanye anti pemalsuan, MIAP menggelar Social Media Content Competition 2023. Kompetisi ini, memperebutkan hadiah berupa uang pembinaan dan produk ini akan memilih 3 pemenang konten sosial media terbaik tentang kampanye anti pemalsuan sesuai ketentuan penjurian yang telah ditetapkan.
Juri kompetisi terdiri dari perwakilan dari MIAP/Praktisi Komunikasi, Praktisi Konten Sosial Media dan Pemangku Kepentingan mitra MIAP. Peserta akan diberikan waktu lebih kurang 1 (satu) bulan untuk mengkreasikan materi mereka, dan pemenangnya akan diumumkan pada Hari Sumpah Pemuda di bulan oktober 2023.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.