Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janji Anies-Cak Imin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud di Sektor Sawit

Kompas.com - 17/01/2024, 22:41 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Ia mengatakan, hal tersebut mencontoh kebijakan Malaysia yang memiliki badan otoritas sawit.

"Kami mendukung keterwakilan petani sawit di manajemen Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Terakhir kami akan menjamin regulasi yang berpihak pada petani sawit dan semua proses pembuatan kebijakan terkait sawit akan kami ikut sertakan," ucap dia.

Baca juga: Uang Logam Rp 1.000 Kelapa Sawit Ditarik BI, Bagaimana Cara Menukarnya?

Ganjar-Mahfud

Sementara itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo - Mahfud MD Danang Girindrawardana mengatakan, pihaknya menawarkan reformasi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Hal tersebut dilakukan guna mengatasi tumpang tindih aturan terkait persawitan.

"Yang akan saya tawarkan, mereformasi BPDPKS. Saat ini BPDPKS hanya juru bayar. Reformasi kebijakan pengelola sawit nasional yang ditargetkan untuk mengatsi kelemahan yang saat ini ada," kata Danang.

Danang mengatakan, reformasi BPDPKS dilakukan agar memiliki kewenangan yang besar. Saat ini, kata dia, petugas BPDPKS lebih mirip juru tagih.

Padahal, kata dia, BPDPKS mestinya memberikan perlindungan dan kepatian hukum bagi pelaku usaha sawit.

"Badan ini harus mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum pelaku usaha. Kalau badannya ecek-ecek dipimpin eselon yang tidak punya kewenangan stategis ya enggak bisa," ujarnya.

Baca juga: Akhiri Tren Penurunan, Produksi Sawit Tahun Ini Diprediksi Meningkat

Harapan Asosiasi Petani Sawit

Sebelumnya, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Rakyat meminta agar pemerintah bersikap bijak, dan jangan membuat aturan yang justru mengebiri hak-hak rakyat atas lahan yang sudah punya sertifikat hak guna usaha (HGU).

Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat, Setiyono, menyikapi problematika yang dihadapi rakyat lantaran banyak tanah perkebunan kelapa sawit rakyat yang sudah bersertifikat HGU kemudian dikalim masuk dalam kawasan (hutan).

"Apalagi masalah tanah yang sudah bersertifikat dan hak milik kami, lha kok tau-tau kawasan masuk ke kebun kami, bukan kebun kami masuk ke kawasan," ujar Setiyono dalam sebuah diskusi di kanal youtube Kompas.TV dikutip, Kamis (26/10/2023).

Setiyono menuturkan, pada awalnya rakyat pemilik sertifikat tanah perkebunan kelapa sawit itu hidup tenang dan damai selama puluhan tahun.

Baru kemudian dalam suatu waktu ada program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) masalah baru muncul.

Tanah rakyat dengan sertifikat HGU tiba-tiba dikatakan masuk kawasan (hutan/hutan lindung).

Menurut dia, kemunculan klaim ini justru menunjukkan adanya problem ketidaksinkronan di dalam instansi pemerintah.

"Padahal kan sertifikat itu program BPN. Lha kok tau-tau ada diklaim dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bahwa itu masuk kawasan. Jadi antar pemerintah saja tidak sinkron. Ini membuat kami resah sebagai petani," tandas Setiyono.

Baca juga: Pengusaha Sawit Keberatan dengan Aturan Wajib Parkir DHE

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com