Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

"Green Inflation" dan Ketahanan Energi Indonesia

Kompas.com - 24/01/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu, ekonomi sirkular juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku yang harganya fluktuatif dan rentan terhadap kebijakan lingkungan, seperti minyak, batu bara, atau gas.

Selain itu, meningkatkan nilai tambah dan kreativitas industri dengan menciptakan produk-produk baru yang ramah lingkungan dan memiliki pasar potensial, seperti tas dari kain perca, pupuk organik dari sampah organik, atau sepeda listrik dari rangka sepeda bekas.

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dapat dikategorikan sebagai bagian dari ekonomi sirkular, yaitu proses produksi yang tidak pernah berhenti dan berupaya menghasilkan zero waste.

Dengan mengolah sampah menjadi bahan bakar, PLTSa dapat menghemat penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.

Oleh karena risiko-risiko di balik kebijakan transisi energi itulah, dibutuhkan kebijakan ekuilibrium. Di satu sisi terus melakukan transisi energi, tapi di sisi lain, jangan sampai menimbulkan problem tidak seimbangnya market demand dan market supply.

Dari penjelasan ini, maka ekonomi sirkular menjadi salah satu variabel penting dalam memitigasi green inflation.

Dalam debat, serang menyerang pendapat dan argumen-argumen defence acap kali terjadi. Durasi waktu yang terbatas, membuat tidak semua substansi terungkap. Green inflation dan mitigasinya, memiliki spektrum wacana yang luas.

Ketahanan energi

Tentu saja renewable energi penting untuk ekonomi berkelanjutan. Namun boro-boro ke renewable energy, cadangan energi nasional saja masih menjadi soal besar.

Satu hal yang luput dari debat cawapres tersebut adalah soal “ketahanan energi.” Salah satu contohnya, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki cadangan BBM Nasional. Tentu saja BBM adalah salah satu faktor penting dalam ekonomi.

Menurut data dari Kementerian ESDM, konsumsi energi perkapita di Indonesia pada 2022 adalah sekitar 0,7 ton setara minyak (TOE/ton of oil equivalent).

Jika diasumsikan, bauran energi primer tidak berubah, maka konsumsi BBM perkapita adalah sekitar 0,22 TOE atau 1.600 liter.

Dengan demikian, untuk mencapai 1 persen pertumbuhan ekonomi di Indonesia, diperlukan konsumsi BBM perkapita sekitar 1.616 liter, dengan asumsi, elastisitas energi terhadap PDB adalah 1.

Dengan kata lain, jika PDB naik 1 persen, maka konsumsi energi juga naik 1 persen. Ini disebut sebagai elastisitas energi terhadap PDB.

Oleh sebab itu, fluktuasi harga akibat dampak fluktuasi harga global, berdampak pada inflasi di Indonesia. Agar ekonomi bisa tumbuh di atas 5 persen, maka tentu konsumsi BBM/bauran energi harus meningkat.

Namun sayangnya, belum adanya cadangan BBM nasional, membuat posisi Indonesia sangat rentan terhadap dinamika harga BBM eksternal global (Baca BH Migas: Cadangan BBM Nasional).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com