Sebagai contoh, bank umum mendapatkan program yang disubsidi pemerintah bernama kredit usaha rakyat (KUR). Program kredit kepada UMKM ini ada yang menawarkan bunga hingga 3 sampai 6 persen saja.
Baca juga: OJK Cabut Izin Usaha BPR Wijaya Kusuma di Madiun
Di sisi lain, BPR sendiri memiliki biaya dana atau cost of fund yang menyentuh angka 6 persen.
"BPR, cost of fund-nya mereka saja sudah di atas 6 persen, berhadapan dengan bunga KUR yang bisa 3-6 persen, sudah pasti kalah," tegas dia.
Tak hanya itu, beberapa program pemerintah yang menyesar kaum bawah seperti program Mekaar milik Permodalan Nasional Madani (PNM).
Lebih lanjut, Piter menjelaskan BPR yang tidak mampu mengembangkan teknologi dan sistem yang kuat akan semakin terpuruk. Meskipun begitu, ia tak memungkiri kalau ada juga BPR yang melakukan kecurangan atau fraud sehingga membuat usahanya bangkrut.
Baca juga: LPS Akan Bayar Jaminan Simpanan Nasabah BPR Wijaya Kusuma
"Saya tidak heran kalau setiap tahun ada BPR yang ambruk, tetapi tidak semuanya disebabkan oleh fraud itu. Bisnisnya itu berat," jelas dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan, kebangkrutan BPR masih dipengaruhi oleh lemahnya tata kelola dan adanya kecurangan (fraud).
"Jadi BPR tetap mungkin jatuh, seperti yang saya bilang, rata-rata bisa 7 BPR per tahun. Ke depan mungkin akan seperti itu," kata dia.
Adapun besaran aset tidak akan berpengaruh pada kemungkinan bangkrut atau tidak. BPR juga biasanya tidak bangkrut atas alasan kondisi ekonomi maksro yang memburuk.