Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannes Eudes Wawa
Penulis Lepas

Menjadi wartawan dan editor harian Kompas 1997-2019

Menurunkan Tarif Tiket Pesawat

Kompas.com - 01/02/2024, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Terakhir datang lagi Pelita Air, anak perusahaan Pertamina. Maskapai ini sejak April 2022, bertranformasi menjadi penerbangan komersial berjadwal.

Perusahaan-perusahaan ini telah teruji di lapangan sehingga selalu menemukan cara untuk mengatasi persoalan bisnis. Meski demikian, bukan berarti urusan bisnis sudah tuntas.

Hingga kini sebagian besar biaya pengeluaran, seperti sewa pesawat, biaya bahan bakar, suku cadang untuk perawatan dan lainnya dalam bentuk mata uang asing (dollar AS dan euro). Akan tetapi, pendapatan melalui mata uang lokal (rupiah).

Perbedaan nilai tukar pun masih signifikan. Saat ini satu euro setara Rp 17.123 dan satu dollar AS setara kurang lebih Rp 15.821.

Para ahli ekonomi memprediksi gunjangan terhadap nilai rupiah masih berlanjut hingga paruh kedua tahun 2024 sebagai dampak dinamika global dan domestik.

Khusus di dalam negeri, di mana situasi politik yang kian panas. Kalau nilai rupiah terus melemah otomatis memicu mahalnya harga avtur, sewa pesawat, harga suku cadang, asuransi dan lainnya.

Meski demikian, masyarakat terus mengeluhkan tarif tiket pesawat yang mahal. Keluhan tersebut wajar, sebab serangan wabah covid-19 selama tahun 2020-2022 telah menimbulkan krisis ekonomi sangat parah.

Banyak warga kehilangan pekerjaan. Tidak sedikit perusahaan gulung tikar. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan begitu masif hingga kini.

Aktivitas industri belum stabil. Krisis itu membuat pendapatan masyarakat belum stabil, tetapi beban biaya keluarga terus meningkat.

Sebaliknya dari pihak maskapai beranggapan harga tiket saat ini masih normal. Harga yang ada masih berada di antara tarif batas bawah dan tarif batas atas sebagaimana keputusan Menteri Perhubungan Nomor 16 tahun 2019.

Misalnya, Jakarta-Banda Aceh berkisar Rp 780.000-Rp 2.228.000, Jakarta- Medan Rp 630.000-Rp 1.799.000, Jakarta-Semarang Rp 279.000-Rp 796.000, dan Jakarta-Solo Rp 317.000-Rp 906.000.

Berbagi beban

Argumentasi masing-masing pihak sangat rasional. Perdebatan ini bakal sulit mendapatkan titik temu. Padahal, perlu solusi agar tidak terjadi krisis baru sebagai dampak dari menurunkan mobilitas masyarakat melalui angkutan udara.

Timbul pertanyaan, masih adakah celah yang memungkinkan penurunan harga tiket pesawat? Jawabannya: Ada. Akan tetapi, kewenangan tersebut sudah di luar aspek bisnis. Di sini, bola itu ada pada pemerintah.

Faktanya demikian. Pertama, penjualan avtur penerbangan domestik dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0,3 persen, di samping ada pungutan lain. Padahal, penerbangan internasional terbebas dari PPN dan PPh.

Kedua, adanya PPN 10 persen yang melekat dalam setiap tarif tiket yang diberlakukan kepada konsumen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com