Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Juky Mariska
Ekonom

Wealth Management Head, OCBC Indonesia

Prospek yang Lebih Baik di 2024

Kompas.com - 06/02/2024, 17:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Kinerja pasar saham AS meningkat signifikan di bulan Desember 2023 dengan penguatan index Dow Jones Industrial Average sebesar +4,84 persen, S&P500 4,42 persen, dan NASDAQ +5,52 persen, pasca-keputusan Fed untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25 persen hingga 5,50 persen.

Selain itu, Gubernur Fed, Jerome Powell menyatakan bahwa kebijakan suku bunga acuan “hampir berada di level netral”. Tak hanya pasar saham, pernyataan ini turut mendorong imbal hasil US Treasury 10 tahun (UST 10Y) untuk menutup akhir tahun 2023 pada level 3,879 persen.

Tingkat inflasi AS pada bulan Nov-23 dirilis tetap berada di 3,1 persen year on year (y-o-y), lebih rendah dari periode Desember 23 yang naik ke level 3,4 persen y-o-y.

Baca juga: Ekonom Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI 2023 Masih Sesuai Tren Jangka Panjang

Namun nada kebijakan yang tetap dovish ini meningkatkan ekspektasi bahwa pemangkasan suku bunga AS diperkirakan akan terjadi lebih cepat di 2024. Hal ini terjadi sebagai imbas dari potensi masuknya ekonomi AS pada era soft landing.

Pada pertemuan FOMC di bulan Desember, para pejabat Fed mengindikasikan potensi pemangkasan suku bunga di 2024 dapat terjadi setidaknya 3 kali, hingga sebesar 1,5 persen.

Yang menjadi acuan kami untuk peralihan pelongaran kebijakan suku bunga Fed tahun depan didukung oleh faktor-faktor berikut:

Pertama, menurunnya belanja konsumen AS karena mulai berkurangnya kelebihan simpanan yang didapat dari stimulus masa pandemi.

Kedua, kenaikan suku bunga The Fed mulai berdampak ke ekonomi yang lebih luas; tunggakan kartu kredit di AS dan gagal bayar obligasi korporasi meningkat seiring memasuki penghujung tahun 2023.

Ketiga, kebijakan fiskal AS akan menjadi kurang stimulatif pada tahun 2024 di tengah politik bipartisan, dikarenakan Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Republik sepertinya tidak mungkin mengesahkan pengeluaran baru yang dibuat oleh pemerintah Demokrat menjelang pemilihan pada November mendatang.

Keempat, meningkatnya pengangguran; pada Desember 2023, tingkat pengangguran meningkat dari posisi terendah dalam 54 tahun terakhir sebesar 3,4 persen di tahun ini menjadi 3,9 persen saat ini.

Kelima, inflasi telah berada di jalur yang tepat untuk kembali mendekati target 2 persen Fed pada tahun 2025.

Pemilu AS

Akan tetapi, pergerakan pasar modal AS di 2024 tidak hanya akan dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga. AS pun akan melangsungkan Pemilu di bulan November 2024.

Secara historis dari Pemilu AS periode sebelumnya, pasar saham memiliki performa yang cukup baik. Eforia ini umumnya akan dimulai setidaknya beberapa bulan sebelum berlangsungnya Pemilu.

Sementara itu, dari belahan dunia barat lainnya, Zona Eropa juga turut mengantisipasi puncak kenaikan suku bunga acuan. Bursa saham menguat walaupun beberapa indikator ekonomi terlihat stagnan.

Baca juga: Ada Pemilu dan IKN, BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 5,5 Persen

 

Angka estimasi inflasi bulan Desember 2023 secara y-o-y dirilis tetap berada di 2,9 persen, demikian pula dengan angka pengangguran, berada di 6.5 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com