Pada tahun 1966, Shilling Uganda menggantikan Shilling Afrika Timur. Saat ini, Shilling Uganda adalah salah satu mata uang yang paling tidak berharga.
Di bawah pemerintahan Idi Amin, Uganda mengalami kemunduran yang signifikan karena beberapa kebijakan seperti undang-undang imigrasi yang berdampak negatif terhadap perekonomian negara.
Dampak kemerosotan ekonomi akibat kebijakan pemerintah terus menghambat kemajuan negara. Namun, nilai mata uang tersebut telah anjlok dalam beberapa tahun terakhir, dengan devaluasi paling banyak 5 persen.
Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 USH setara dengan Rp 4,18.
10. Dinar Irak (IQD)
Di urutan kesepuluh, mata uang terendah di dunia adalah dinar Irak. Mata uang Irak adalah dinar, yang dicetak oleh Bank Sentral Irak.
Selain peningkatan inflasi, negara ini juga mengalami kerusuhan politik yang signifikan selama dekade terakhir, yang mengakibatkan rendahnya nilai tukar mata uang.
Invasi AS ke Irak dan berlanjut dengan perang saudara semakin membuat ekonomi Irak kacau balau. Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 IQD setara dengan Rp 12,17.
Baca juga: Mengenal Mata Uang Kamboja dan Nilai Tukarnya ke Rupiah
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, sejatinya mata uang rendah tidak selalu menggambarkan buruknya perekonomian suatu negara. Misalnya Indonesia, meski rupiah adalah salah satu mata uang terendah di dunia, ekonomi negara ini relatif stabil dan terus mengalami pertumbuhan.
Mata uang yang rendah nilainya seringkali dapat mencerminkan beberapa aspek ekonomi dari suatu negara. Berikut adalah beberapa aspek yang mungkin terkait dengan mata uang yang memiliki nilai rendah:
1. Inflasi tinggi
Mata uang yang memiliki nilai rendah seringkali terkait dengan tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi tinggi dapat mengurangi daya beli masyarakat dan mengurangi nilai tukar mata uang.
2. Ketidakstabilan ekonomi
Mata uang yang nilainya rendah mungkin juga mencerminkan ketidakstabilan ekonomi dalam negara tersebut. Ketidakstabilan politik, kebijakan ekonomi yang tidak konsisten, atau kelemahan institusi keuangan dapat menyebabkan nilai mata uang terdepresiasi.
3. Defisit neraca perdagangan