JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Sentral Amerika Serikat alias The Federal Reserve System (The Fed) diperkirakan akan menahan suku bunga acuannya pada level yang tinggi lebih lama lagi.
Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai tukar rupiah yang akan semakin mengalami pelemahan. Rupiah sendiri tersungkur ke level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini.
Ekonom Universitas Indonesia dan Menteri Keuangan periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro menyampaikan, mulanya berbagai pihak menduga The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya pada pertengahan tahun.
Baca juga: Duduk Perkara Pelemahan Rupiah di Tengah Libur Lebaran 2024
Akan tetapi, ia sendiri memprediksi The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat atau pada pertengahan tahun ini.
Penyebabnya adalah tingkat inflasi di Amerika Serikat masih di atas target The Fed.
Belum lagi karena faktor Bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya pada Maret lalu menjadi kisaran nol sampai 0,1 persen, setelah di tahan di level ultra rendahnya selama delapan tahun terakhir dan menjadi kenaikan pertama sejak 17 tahun terakhir.
“Intinya secara eksternal kita akan menghadapi tantangan serius ini bisa membuat rupiah tertekan sampai berapa tentu sulit,” tutur Bambang dalam agenda Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Senin (15/4/2024).
Baca juga: Rupiah Diramal Melemah Lagi Usai Libur Lebaran 2024
Di samping itu, perkiraan The Fed tidak akan menurunkan suku bunganya pada pertengahan tahun ini semakin kuat karena adanya konflik yang memanas pasca Iran melakukan serangan terhadap Israel.
Bambang menilai, sebagai antisipasi rupiah yang semakin melemah, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah.