Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PNS Ditjen Pajak Punya Kekayaan Rp 56 Miliar, Pengamat Sebut Mustahil Hanya dari Gaji

Kompas.com - 23/02/2023, 13:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat menyoroti kekayaan Rafael Alun Trisambodo yang merupakan pejabat eselon III Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II, setelah kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satrio (MDS).

Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK per 31 Desember 2021, Rafael diketahui memiliki kekayaan sebesar Rp 56,1 miliar,

Harta yang dimiliki Rafael terbilang besar, hampir empat kali lebih tinggi dari Dirjen Pajak Suryo Utomo, yang merupakan atasannya. Menurut LHKPN KPK, harta Suryo tercatat sebesar Rp 14,45 miliar per 31 Desember 2021.

Baca juga: Sekian Pajak Jeep Rubicon Anak Pejabat DJP yang Belum Dibayar

Harta Rafael bahkan nyaris mendekati nilai kekayaan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Hanya selisih Rp 1,94 miliar dengan nilai harta Sri Mulyani yang sebesar Rp 58,04 miliar berdasarkan LHKPN KPK per 31 Desember 2021.

Lalu apakah memungkinkan pejabat eselon III Ditjen Pajak memiliki harta hingga Rp 56,1 miliar?

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, mustahil jika seorang pejabat eselon III memiliki kekayaan sebesar Rp 56,1 miliar dari penghasilannya atau gaji sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Baca juga: Mario Si Anak Pejabat Pajak: Pamer Harta, Aniaya Orang, Bapaknya Pun Disemprot Sri Mulyani


Ia menuturkan, ada tiga sudut pandang hukum jika melihat fenomena tersebut. Pertama, dilihat dari hukum administrasi sesuai UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Kedua dilihat dari hukum administrasi Pajak Penghasilan sesuai UU Nomor 7/1983 beserta perubahannya atau UU PPh. Serta ketiga dilihat dari hukum pidana korupsi sesuai UU Nomor 31/1999 dan UU Nomor 20/2001 atau UU Tipikor.

Prianto menjelaskan, dari sudut UU ASN, konsep PNS merupakan pengabdian. Hal ini pula yang sempat dinyatakan mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo, karena PNS merupakan sebuah pengabdian, penghasilannya relatif kecil.

Baca juga: Kasus Penganiayaan yang Berujung Sorotan Harta Pejabat Ditjen Pajak

"Untuk itu, jika oknum tersebut hanya mengandalkan penghasilannya sebagai PNS, secara matematis, kekayaan senilai Rp 56 miliar mustahil berasal dari penghasilannya sebagai PNS pajak," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (23/2/2023).

"Bonus berupa tunjangan kinerja tidak akan pernah mencukupi untuk mendapatkan kekayaan hingga Rp 56 miliar," imbuh Prianto.

Baca juga: Ternyata Ada 13.000 Pejabat Kemenkeu Belum Laporkan Harta Kekayaannya

Lebih lanjut, dari sisi UU PPh, konsep penghasilan berasal dari konsep tambahan (accretion concept) yang dihitung berdasarkan rumus penghasilan = konsumsi + tambahan harta.

Berdasarkan sudut pandang UU PPh, aturan ini tidak melihat apakah penghasilan tersebut berasal dari transaksi legal atau ilegal. Hal yang terpenting adalah ketika tambahan harta tidak sebanding dengan penghasilan seseorang, ada PPh yang belum disetorkan ke kas negara.

Baca juga: Daftar Gaji Pegawai Pajak dan Tunjangan Kinerjanya

Kemudian, dari sisi UU Tipikor, perlu digali lebih lanjut penambahan kekayaan PNS pajak tersebut berasal dari sumber penghasilan yang melawan hukum atau tidak. Dalam hal ini, aparat penegak hukum punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan melalui pendekatan asset tracing atau pendekatan lainnya.

"Jika ada penambahan harta yang bersumber dari kegiatan melawan hukum bagi oknum pegawai pajak, modus operandinya biasanya berupa 'kongkalikong' dengan wajib pajak. Secara sederhana, hubungan mutualisme sering terjadi di keduanya," ungkap dia.

Baca juga: Sri Mulyani Perintahkan Harta Rafael Trisambodo Diusut, serta Bakal Jatuhkan Hukuman Disiplin

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com