JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal melakukan merger atau penggabungan maskapai penerbangan Pelita Air dan Citilink. Penggabungan ini diyakini mampu menekan harga tiket pesawat.
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, minimnya jumlah armada pesawat menjadi salah satu penyebab mahalnya harga tiket pesawat. Saat ini kondisi armada pesawat di Indonesia pun telah berkurang banyak.
Sebelum pandemi Covid-19, jumlah armada di Indonesia mencapai 750 unit pesawat, namun kini menjadi hanya sebanyak 450 unit pesawat.
Baca juga: Wamen BUMN: Merger Citilink-Pelita Air Tunggu Garuda Indonesia Sehat
Oleh sebab itu, dengan dilakukannya merger Pelita Air dan Citilink diharapkan memperkuat proses bisnis kedua maskapai BUMN tersebut. Sehingga bisa dilakukan penambahan jumlah maskapai milik BUMN.
Menurut Erick, minimnya jumlah armada maskapai BUMN saat ini bukan karena rendahnya kapabilitas perusahaan, melainkan karena memang belum pulihnya kondisi perusahaan dari pandemi Covid-19.
"Karena itu kita mendorong yang namanya merger atau penggabungan Pelita dengan Citilink. Supaya kita punya kekuatan untuk menyeimbangkan harga tiket. Ini yang kita dorong. Jadi bukan karena kita tidak capable, tapi memang pasca Covid itu belum balik," kata Erick.
Baca juga: Bocoran Bos Citilink, Rencana Merger dengan Pelita Air Kemungkinan Berubah
Sebelumnya, Erick pernah mengungkapkan bahwa Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.