Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Robert Na Endi Jaweng
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Menanti Omnibus Law Ramah Investasi

Kompas.com - 05/02/2020, 15:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DISKURSUS publik hari-hari ini perihal rancangan undang-undang (RUU) omnibus law, regulasi "sapujagat", terus menguat.

Presiden Joko Widodo saat dilantik pada Oktober 2019 menjanjikan penerbitan dua omnibus law, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

Kedua RUU bakal merevisi secara sekaligus puluhan undang-undang yang potensial saling "menghambat" upaya penciptaan lapangan kerja dan juga pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Ringkasnya, pembentukan undang-undang sapu jagat tersebut dinilai sebagi salah satu bentuk upaya untuk menggenjot perekonomian nasional.

Hingga tahun berganti, kedua RUU belum juga masuk ke parlemen untuk dimulainya pembahasan secara resmi-–terakhir sempat dijanjikan akan disampaikan awal Februari 2020.

Kedua RUU tersebut sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024, di mana omnibus law tentang cipta lapangan kerja berada pada urutan ke-40 dan Perpajakan masuk di urutan ke-41.

Semangat awal

Sekalipun belum resmi dibahas bersama antara pemerintah dan DPR, sejumlah draf atau pointers pembahasan RUU tersebut sudah mulai beredar, sekalipun pihak pemerintah masih menyanggahnya sebagai materi RUU final.

Polemik pun mulai mencuat, misalnya RUU Cipta Lapangan Kerja yang dianggap mengancam pelestarian alam dan perlindungan buruh.

Baca juga: Sri Mulyani: Omnibus Law Bisa Dongkrak Pertumbuhan Kelas Menengah

Adapun RUU Perpajakan berisiko tak mencapai target untuk mendorong investasi, bahkan bisa-bisa salah sasaran yang menyebabkan berkurangnya penerimaan negara hingga Rp 98 triliun.

Menelisik kembali semangat awal hadirnya kedua RUU omnibus law tersebut adalah keinginan menarik minat investasi di Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Adalah persoalan regulasi yang diidentifikasi sebagai penghambat menyangkut perizinan investasi di Indonesia yang butuh waktu yang relatif lama dibandingkan negara lain.

Belum lagi banyaknya peraturan daerah yang tumpang-tindih dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga perlu perbaikan agar tidak menghambat pelayanan masyarakat.

Kedua RUU tersebut diharapkan bisa memberi jawaban dan menjadi solusi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sejak 2013 tidak pernah melebihi angka 6 persen per tahun.

Meminjam pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, pembahasan omnimbus law cipta lapangan kerja memiliki dampak positif, di mana akan tercipta tiga juta lapangan pekerjaan baru.

Peringatan yang perlu diperhatikan terkait efektivitas kedua RUU sapujagat tersebut, yakni manakala insentif yang diberikan ternyata tidak juga memancing investor untuk menanamkan modalnya. Salah satunya karena dinilai belum menyentuh operasional bisnis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com