Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Larang AS Investasi di 31 Perusahaan China, Apa Alasannya?

Kompas.com - 16/11/2020, 07:36 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNN

NEW YORK, KOMPAS.com - Presiden Donald Trump telah menandatangani surat perintah eksekutif yang melarang perusahaan Amerika Serikat untuk berinvestasi di perusahaan China. Larangan tersebut berlaku untuk perusahaan China yang dianggap dimiliki serta dikontrol oleh militer China.

Dilansir dari CNN, Senin (16/11/2020) aturan itu berlaku untuk 31 perusahaan. Di dalamnya dijelaskan, perusahaan-perusahaan tersebut telah memungkinkan modernisasi pada militer China dan secara langsung mengancam keamanaan di Amerika Serikat.

Produsen smartphone Huawei dan Hikvision merupakan dua perusahaan dari daftar perusahaan yang dilarang. Beberapa perusahaan lain, seperti China Telecom dan China Mobile, bahkan terdaftar dan sahamnya dijual-belikan di Bursa Saham New York.

Baca juga: Belajar dari Korsel hingga China, Menkop Teten: UMKM RI Perlu Rambah Produk Teknologi

Larangan Trump tersebut melarang investor AS untuk memiliki atau memperdagangkan berbagai bentuk sekuritas yang berasal atau berhubungan dengan perusahaan-perusahaan itu. Hal itu termasuk dana pensiun atau memiliki saham dari perusahaan. Investor memiliki waktu hingga November 2021 untuk divestasi dari perusahaan.

Adapun ketika dimintai tanggapan, Hikvision menyatakan keputusan pemerintahan Trump tersebut tidak berdasar.

"Seperti yang sudah kami perlihatkan, Hikvision bukanlah perusahaan militer China. Hikvision dioperasikan secara independen dan diperdagangkan secara publik," ujar perusahaan dalam keterangan tertulis.

Mereka menambahkan, perusahaan tidak pernah berpartisipasi dengan berbagai macam riset serta pengembangan untuk militer.

"Keputusan yang berlawanan dengan perusahaan ini tidak membuat Amerika, atau dunia bahkan menjadi lebih aman," ujar dia.

China Telecom mengatakan dalam pengajuan pasar saham bahwa "saat ini sedang menilai dampak" dari perintah eksekutif, yang dapat menyebabkan harga sahamnya berfluktuasi.

Huawei dan China Mobile tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China pada hari Jumat mengecam perintah eksekutif tersebut.

Dia mengatakan pemerintah AS dengan jahat memfitnah kolaborasi yang sah antara militer China dan perusahaan sipil.

Dia pun menilai, tekanan yang diberikan kepada perusahaan China tidak masuk akal.

"Langkah ini tidak hanya akan sangat merusak kepentingan sah perusahaan China, tetapi juga akan merusak kepentingan investor di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat," kata juru bicara Wang Wenbin kepada wartawan.

Perintah eksekutif, yang akan berlaku 11 Januari muncul di tengah perang dagang dan teknologi memanas antara dua ekonomi terbesar di dunia.

Banyak perusahaan teknologi China mendapat tekanan selama pemerintahan Trump. Selama beberapa tahun terakhir, Washington telah membidik ambisi teknologi tinggi China, memberikan pukulan keras pada industri kecerdasan buatan, semikonduktor, dan telekomunikasi yang sedang berkembang di negara itu.
Baca juga: Jika Donald Trump Kalah, Bagaimana Dampaknya ke RI ?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com