Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Jokowi Revisi RPP Turunan UU Cipta Kerja, Petani Sawit Ancam Demo

Kompas.com - 23/12/2020, 20:25 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) berencana melakukan demonstrasi langsung ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), jika permintaannya terkait UU Cipta kerja dan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) pada sektor perkebunan dan kehutanan tak ditanggapi.

Para petani sawit tersebut secara khusus menolak kebijakan terkait lahan perkebunan sawit rakyat yang dinilai malah memberatkan.

Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengatakan, penolakan telah diberikan kepada Jokowi dan para menteri terkait pada 21 Desember 2020. Namun hingga saat ini memang belum ada respons dari pemerintah terkait penolakan itu.

"Kami sudah melakukan tahapan surat-menyurat kepada Pak Presiden, kalau ini tidak ditanggapi maka kami akan melobi ke DPR. Tapi kalau enggak bisa juga, dan RPP akhirnya disahkan jadi PP, apa boleh buat, sudah setuju 22 provinsi turun ke Jakarta unjuk rasa kepada pemerintah," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (23/12/2020).

Baca juga: Daftar 7 Konglomerat Sawit Paling Tajir di Indonesia

Ia menjelaskan, ada sejumlah penolakan dalam RPP sektor perkebunan dan kehutanan, yang merupakan aturan turunan dalam UU Cipta Kerja. Diantaranya terkait penggunaan lahan di kawasan hutan.

Di mana luasan perkebunan sawit rakyat yang terindikasi dalam kawasan hutan disebutkan sebanyak 3,2 juta hektar. Padahal, mayoritas petani sawit masih belum mengetahui perhitungan yang menentukan luas perkebunan yang masuk kawasan hutan.

Di sisi lain, perkebunan sawit rakyat yang terindikasi dalam kawasan hutan dengan berusia kebun 5-37 tahun sudah dilengkapi legalitas surat jual beli yang dibuat di hadapan kepala desa, camat, ada bukti pembayaran PBB, dan ada yang sudah memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) atau bahkan Sertifikat Hak Milik (SHM).

"Pekebun sawit rakyat tidak memahami regulasi-regulasi terkait kehutanan dan tidak punya pengetahuan serta akses tentang status lahan yang mereka tanami dan melakukan pengecekan koordinat memakai alat GPS, berbeda dengan korporasi," jelas Gulat.

Sementara pemerintah juga ingin perkebunan sawit rakyat mengikuti program peremajaan dan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Namun hal itu tidak bisa dilakukan jika perkebunan terindikasi dalam kawasan hutan.

Selain itu, dirasa sulit karena pekebun sawit rakyat tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan pengurusan legalitas lahan ke kementerian dan lembaga terkait secara parsial, seperti yang dilakukan perusahaan.

Penolakan lainnya adalah kebijakan mengenai sanksi administrasi dalam RPP yang dinilai sangat merugikan petani. Pertama, sanksi administrati hanya dibuat untuk menyelesaikan persoalan klaim perkebunan sawit rakyat dalam kawasan hutan yang sudah melalui proses penetapan.

"Jadi jika proses tahapan ini belum tuntas maka kawasan hutan belum sah secara hukum. Padahal banyak lahan petani sawit yang di klaim berada dalam kawasan hutan yang belum mencapai tahap penetapan," kata dia.

Kedua, RPP tersebut mengunci definisi perizinan berusaha menjadi terbatas pada izin lokasi dan izin usaha di bidang perkebunan. Padahal petani sawit tidak memiliki izin-izin tersebut karena memang tidak diwajibkan oleh undang-undang sebelumnya ataupun aturan lainnya.

Baca juga: Diskriminasi Kelapa Sawit, Pemerintah Gugat Uni Eropa ke WTO Awal 2021

Ketiga, sanksi administrasi juga dinilai menutup peluang bagi para pekebun yang lahannya 6-25 hektar untuk memperoleh pelepasan kawasan hutan. Padahal ketentuan hukum di bidang perkebunan telah memberikan hak bagi petani sawit untuk mengelola lahannya maksimal 25 hektar.

Keempat, petani disebut harus tinggal di dalam lahan perkebunan minimum lima tahun berturut-turut, namun hal ini dinilai tak masuk akal. Lantaran petani terbagi tiga tipologi, petani sekaligus pekerja, petani hanya sebagai pemilik, dan petani sebagai mitra.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com