Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rabu Besok, KSPI Bakal Demo di Gedung MK hingga Kantor Gubernur Terkait UU Cipta Kerja

Kompas.com - 19/04/2021, 13:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana unjuk rasa di kantor Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 21 April 2021.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, agenda aksi kali ini adalah meminta MK membatalkan dan mencabut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja alias UU Cipta Kerja.

Aksi bertepatan dengan jadwal sidang judicial review UU Cipta Kerja.

Baca juga: KSPI Minta Pengawasan Pembayaran THR 2021 Mengacu ke PP

Pihaknya meminta MK mengabulkan judicial review yang diajukan oleh serikat pekerja, baik secara materiil maupun formil.

"Kami minta para hakim mahkamah konstitusi mencabut UU Cipta Kerja baik secara materiil maupun secara formil, dan kami aksi pada tanggal 21 April 2021," kata Said dalam konferensi daring, Senin (19/4/2021).

Said menyebut, aksi bakal berlangsung pukul 09.00 hingga 12.00 WIB diikuti oleh 10.000 orang di 24 provinsi dan 150 kabupaten/kota.

Nantinya massa tak hanya ditempatkan di gedung MK, tetapi tersebar di kantor gubernur maupun bupati setempat.

Said menyebut, perkumpulan massa mengikuti protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, membawa hand sanitizer, dan melakukan rapid test jika diharuskan.

Baca juga: Pesangon PHK Diberikan Separuh di UU Cipta Kerja? Begini Hitungannya

"Di MK ada 100-150 orang mengikuti protokol, dan massa di 24 provinsi di kantor gubernur atau kantor Bupati. Selain itu yang 10.000 buruh mayoritas akan ada di depan pagar pabrik, keluar dari tempat produksi untuk memasang spanduk, banner, dan lain-lain," ungkap Said.

Penggugat uji formil UU Cipta Kerja, Riden Hatam Azis mengatakan, aksi dilakukan usai MK menjadwalkan sidang judicial review uji formil pada lusa mendatang.

Tuntutan tersebut diajukan karena proses penetapan dan proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi 8 asas, meliputi perintah Undang-Undang Dasar 1945, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), hingga sisi fundamentalnya.

Dari sisi penetapan, Riden merasa proses penetapan UU Cipta Kerja sangat tidak terbuka.

Pembahasan selalu dilakukan berpindah-pindah dengan jadwal yang diubah seenaknya.

Baca juga: 3 Cara Beri Masukan soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja

"Bagi saya hal ini secara prosedur tentu tidak lazim. Bahkan kita tahu Sidang Paripurna itu dilakukan tanggal 10 Oktober 2020, undangan resminya sudah beredar. Tapi realitasnya dipercepat jadi tanggal 5 Oktober jam 13.00 WIB," pungkas Riden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com