Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika APBN Rp 6,9 Triliun Menambal Biaya Bengkak Kereta Cepat dan LRT

Kompas.com - 09/11/2021, 16:28 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pembengkakan biaya yang terjadi pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan LRT Jabodebek akan mendapat tambalan dari dana APBN.

Guyuran APBN akan disetorkan negara kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 6,9 triliun.

Dari besaran PMN PT KAI tersebut, Rp 4,3 triliun di antaranya akan digunakan sebagai biaya melanjutkian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Baca juga: Jokowi Resmi Alihkan Saham Negara di 5 BUMN Ini ke Holding Pariwisata

Sementara itu, sisanya yakni sebesar Rp 2,6 triliun akan dipakai untuk menyelesaikan proyek LRT Jabodebek. Demikian penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Jadi PT Kereta Api (KAI) yang dapatkan PMN Rp 6,9 triliun untuk menyelesaikan LRT Jabodebek yang alami cost overrun Rp 2,6 triliun dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung untuk memenuhi kebutuhan base equity Rp 4,3 triliun,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (8/11/2021).

Catatan Sri Mulyani untuk proyek Kereta Cepat

Sebelum menyuntik uang negara, Sri Mulyani meminta agar konsorsium BUMN dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung melakukan negosiasi dengan konsorsium China.

Negoisasi tersebut berupa dilusi saham alias penurunan persentase saham milik pemerintah agar penyuntikan modal bisa lebih kecil dari Rp 4,3 triliun.

"Kami meminta kepada BUMN silakan negosiasi semaksimal mungkin dengan konsorsium (China) termasuk apakah kepemilikan pemerintah dilusi, berarti kita enggak perlu mengeluarkan PMN sebesar itu," kata Bendahara Negara ini.

Baca juga: Mau Suntik Rp 4,3 Triliun ke Proyek Kereta Cepat, Sri Mulyani Minta Ini ke PT KAI dkk

Bahkan kalau perlu kata Sri Mulyani, konsorsium BUMN mengajukan restrukturisasi utang melalui kebijakan debt to equity swap alias menukar utang dengan saham/mengubah utang menjadi penyertaan modal.

"Saya katakan, kalau belum saya (pemerintah/APBN) harus step in, ya enggak usah step in. Termasuk tadi kemungkinan dilusi saham, kepemilikan kita enggak harus 60 persen. Kemudian kalau sampai nanti dari utang tadi, yang diberikan kepada konsorsium kalau enggak bisa bayar di-swap-kan menjadi ekuitas saja," ucap Sri Mulyani.

Proyek ini sebetulnya bermula dengan skema business to business (B to B) antar badan usaha dua negara, Indonesia-China. Sejak tahun 2015 lalu, Kementerian Keuangan atau APBN tidak terlibat dalam proyek tersebut.

Namun dalam pelaksanaannya, 4 BUMN yang menjadi partisipan dalam proyek tersebut dengan PT KAI (Persero) sebagai leading konsorsium tidak mampu menyetorkan modal awal senilai 613 miliar dollar AS.

"Sebetulnya proyek ini jalan berdasarkan pinjaman dari CDB (China Development Bank) dan dia mencairkan. Sampai suatu titik tertentu enggak bisa dicairkan karena tidak ada ekuitas yang mendukungnya atau ekuitasnya sudah habis. Jadi sekarang ini proyek enggak mungkin bisa jalan either melalui pinjaman," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Biaya Proyek Bengkak, Pembangunan Stasiun Kereta Cepat Walini Ditunda

Di sisi lain, Sri Mulyani menyatakan, pemerintah harus membantu lantaran proyek ini sudah masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020.

"Kalau PSN kan harus kita jagain jadinya. Di situlah muncul berbagai hal. Dan oleh karena itu sebelum step in, make sure kita lakukan audit BPKP bahkan audit komposisi ekuitas awal maupun mengenai bagaimana ke depannya," pungkas Sri Mulyani.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com