Ada yang pro dengan penghapusan subsidi dengan dalih menyelamatkan fiskal. Ada yang juga yang kontra dengan peningkatan anggaran subsidi dengan dalih menyelamatkan daya beli masyarakat.
Perdebatan transisi energi di kalangan politis masih berkutat di seputar kulit luar saja. Retorika energi hijau masih sebatas himbauan lembut mengatasi perubahan iklim sehingga rumah tangga serta bisnis akan mendapat manfaat darinya melalui harga yang lebih rendah.
Padahal banyak konsekuensi yang harus disipakan sekaligus dicarikan solusinya. Artinya publik harus diberi pengertian bahwa transisi energi mutlak diperlukan, tetapi dalam proses transisi energi akan terjadi anomali ekonomi seperti disinflasi yang perlu juga disosialisaikan dengan lantang.
Perang melawan perubahan iklim menyiratkan bahwa harga bahan bakar fosil harus dipertahankan di level yang tinggi.
Hal ini dilakukan untuk mengarahkan migrasi konsumsi energi fosil ke energi terbarukan. Bisa dibayangkan, harga energi fosil akan dirancang semakin mahal dan terus meningkat jika kita ingin memenuhi tujuan kesepakatan iklim Paris.
Sayangnya, saat ini energi terbarukan belum terbukti cukup terukur untuk memenuhi permintaan yang meningkat pesat.
Kombinasi kapasitas produksi energi terbarukan yang tidak mencukupi dalam jangka pendek, investasi yang lemah dalam bahan bakar fosil dan kenaikan harga karbon berarti bahwa kita berisiko menghadapi masa transisi yang mungkin berlarut-larut di mana tagihan energi akan meningkat.
Hal ini bukan berarti menyarankan agar pemerintah memperlambat perang melawan perubahan iklim.
Bagaimanapun, bahwa transisi akan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan. Sebagian besar pemerintah di dunia masih berfokus pada dampak perubahan iklim terhadap stabilitas keuangan, daripada konsekuensi dari transisi energi itu sendiri.
Greenflation akan memiliki konsekuensi fiskal dan moneter. Jika kita ingin menyelesaikan perubahan iklim, kita perlu melakukannya sambil pada saat yang sama melindungi ekonomi global dari guncangan energi yang ekstrem.
Oleh sebab itu, perlu langkah reformatif dan bauran kebijakan dalam menekan laju inflasi energi.
Pertama, kebijakan fiskal juga memiliki peran penting dalam menyangga guncangan pasokan saat ini.
Langkah ini harus tetap konsisten melindungi masyarakat yang paling terdampak dalam proses transisi hijau, terutama penyesuaian kebijakan subsidi BBM.
Menyelamatkan fiskal negara dan daya beli masyarakat perlu diposisikan dalam prioritas yang setara. Tak elok memutuskan kebijakan tanpa menimbang empati bagi masyarakat yang terdampak.
Mereka harus dilindungi dan diselamatkan dari bibir jurang kemiskinan energi sebab merekalah yang paling menderita dari harga energi yang lebih tinggi.