Secara lebih luas, ini tentang bagaimana menciptakan kembali efektivitas dari hubungan tiga pelaku utama, perusahaan, tenaga penjual, dan pelanggan, yang saat ini suka atau tidak telah berkembang di lingkungan virtual. Tentunya sangat berbeda dengan kondisi sebelum pandemi.
Sebagai contoh perubahan perilaku konsumen yang harus dipahami, misalnya, yang terjadi di industri telemedicine. Pelanggan saat ini lebih nyaman menggunakan layanan ini untuk proses pengobatan yang tentunya tidak kompleks, namun dapat menghemat waktu dan biaya pelanggan.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa berlomba-lomba memperluas lanskap distribusi dengan tujuan komersial.
Namun, ketika pandemi datang, maka sebenarnya telah terjadi seleksi alam terhadap saluran-saluran distribusi yang sesuai atau tidak dengan Risk Appetite perusahaan.
Ini berarti bahwa biaya yang dikeluarkan selama bertahun-tahun menjadi percuma ketika pandemi datang. Saluran distribusi yang telah dibangun tersebut tidak memiliki ketahanan terhadap dahsyatnya pandemi Covid-19.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi pandemi berikutnya, saat ini adalah waktu paling tepat bagi industri asuransi jiwa melakukan re-engineering terhadap saluran-saluran distribusi yang ada dengan pendekatan pilot-test-learn-unlearn.
Dengan demikian, dapat diketahui saluran distribusi mana yang paling memungkinkan untuk mendapatkan skala ekonomis yang tepat.
Hal ini penting karena tanpa mendapatkan skala ekonomis yang tepat, maka kemungkinan saluran distribusi tersebut gagal akan lebih besar yang ujungnya akan membebani bottom line perusahaan.
Namun demikian, mengubah model operasi distribusi bukan pekerjaan mudah dan akan membutuhkan waktu untuk mengimplementasikan.
Karena itu tidak hanya berarti menggunakan model dan juga aset baru, tetapi juga membutuhkan kemampuan substansial yang memengaruhi lainnya bagian dari rantai nilai, seperti produk dan juga kemampuan modal.
Harus diakui bahwa industri asuransi jiwa adalah industri jasa, di mana kekuatan media sosial menjadi penting.
Namun demikian, jika pelaku industri asuransi jiwa mau belajar dari kesuksesan nama-nama besar yang saat ini merajai dunia seperti Facebook, Netfix, Instagram, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
Misalnya dengan penciptaan tren media sosial baru dalam suatu line up produk atau bahkan cross line up, maka perusahaan-perusahaan asuransi jiwa akan lebih mempunyai bekal untuk berkompetisi.
Secara teoritis, pemanfaatan media sosial bisa diciptakan dari segmentasi konsumen yang berbeda.
Mengecewakan pelanggan selalu berisiko bagi perusahaan, setidaknya dalam jangka panjang. Skala dan kecepatan media sosial bisa membuat kegagalan seketika tersebut lebih menyakitkan.
Dengan cara yang sama, perusahaan asuransi jiwa yang secara konsisten memberikan apa yang mereka janjikan akan sangat diuntungkan ketika media sosial memperkuat reputasi mereka.
Bahaya yang terlihat jelas adalah gagalnya strategi perusahaan untuk mengimbangi perkembangan media sosial yang pada akhirnya berujung persepsi negatif dari pelanggan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.