Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disinggung Mahfud MD dalam Temuan Transaksi Rp 189 Triliun, Heru Pambudi Beri Klarifikasi

Kompas.com - 31/03/2023, 17:34 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyinggung dua nama pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam temuan transaksi PPATK senilai Rp 189 triliun.

Kedua nama itu ialah, Heru Pambudi yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kemenkeu dan mantan Inspektur Jenderal Kemenkeu Sumiyati.

Dalam gelaran rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI, Mahfud mengatakan, PPATK mengirim laporan terkait dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun ke Heru Pambudi, yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, dan Sumiyati pada 2017. Laporan itu disampaikan langsung oleh Kepala PPATK periode tersebut, Kiagus Ahmad Badaruddin.

Baca juga: Momen Mahfud Sebut Nama Heru Pambudi Saat Ungkap Dugaan TPPU Rp 189 Triliun di Kemenkeu

Setelah namanya disebut, Heru menyampaikan klarifikasi. Laporan yang disampaikan PPATK tersebut merupakan bahan penyelidikan yang dilakukan DJBC terkait potensi tindak pidana kepabeanan yang terjadi pada awal 2016. Heru bilang, setelah laporan diterima pada 2017, pihaknya telah melakukan tindak lanjut.

"Sebelumnya di 2017 ada rapat koordinasi dalam bentuk gelar perkara saya hadir di situ. Dan kemudian kita, dan ada absennya, jadi saya hadir dan ada absennya," tutur dia, dalam media briefing, di Jakarta, Jumat (31/3/2023).

Lebih lanjut Heru menjelaskan, gelar perkara itu dilaksanakan untuk membahas langkah-langkah penguatan yang perlu dilakukan dalam aktivitas ekspor-impor komoditas emas. Gelaran rapat itu pada akhirnya menghasilkan tim teknis untuk melakukan sejumlah pekerjaan.

"Apa yang dikerjakan oleh tim teknis? Satu, pendalaman pengawasan administrasi kepabeanan. Yang kedua pajak. Yang ketiga TPPU-nya sendiri. Itu yang kita tindak lanjuti dari gelar perkara," tutur Heru.

Penjelasan temuan transaksi Rp 189 triliun

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memberikan penjelasan terkait laporan transaksi PPATK senilai Rp 189 triliun. Nilai temuan tersebut bermula dari aksi pencegahan ekspor emas yang dilakukan oleh DJBC pada Januari 2016.

Pada saat itu, DJBC menghentikan sebuah kegiatan ekspor yang berpotensi melanggar ketentuan kepabeanan, sebab di dalam data tertulis komoditas yang akan diekspor emas perhiasan, namun ternyata komoditas yang akan dikirimkan berupa ingot.

"Dan itu distop oleh BC. Ketika distop oleh BC, maka kemudian didalami dan dilihat ini ada potensi tindak pidana kepabeanan, maka ditindaklanjuti dengan penelitian, penyidikan," kata dia.

Dalam proses penyidikan tersebut, DJBC Kemenkeu bekerjasama dengan PPATK untuk mengetahui transaksi yang bersangkutan. Kemudian, laporan PPATK dengan nilai total transaksi uang keluar dan masuk sebesar Rp 189 triliun diterima DJBC.

Baca juga: Penjelasan Kemenkeu soal Dugaan TPPU Bea Cukai Senilai Rp 189 Triliun

Setelah melakukan penyidikan, kasus berlanjut ke pengadilan. Suahasil bilang, proses pengadilan berlangsung sejak 2017-2019.

"Proses pengadilannya gimana? Di pengadilan negeri, BC kalah. Lalu BC kasasi, di kasasi, BC menang. Lalu tahun 2019 dilakukan penilitan kembali atau PK atas permintaan terlapor. Di peninjauan kembali, BC kalah lagi," tuturnya.

"Jadi dianggap tidak terbukti tindak pidana kepabeanan di PK 2019," tambahnya.

Setelah kalah dalam proses PK, penyelidikan terkait TPPU tidak berlanjut. Sebab, Suahasil menyebutkan, ketika tindak pidana asal tidak terbukati oleh pengadilan, maka penyelidikan TPPU tidak bisa dilanjutkan.

"Dari periode (2016-2019) ini lah terjadi pertukaran data yang termasuk yang dikatakan diskusi-diskusi Kemenkeu dengan PPATK yang ada nama Pak Heru (Dirjen Bea Cukai periode 2015-2021) disebut menerima data," ucap Suahasil.

Baca juga: Penjelasan Kemenkeu soal Beda Data Transaksi Janggal dengan Mahfud MD

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com