JAKARTA, KOMPAS.com - Ambisi TikTok di Asia Tenggara dinilai mendapat pukulan besar usai Indonesia melarang transaksi belanja di aplikasi media sosial itu.
Pemerintah Indonesia menetapkan batas waktu seminggu bagi TikTok untuk menjadi aplikasi mandiri, tanpa fitur e-commerce di dalamnya.
Analis riset senior di Phillip Securities Research Jonathan Woo menjelaskan, TikTok menghadapai risiko penutupan di Indonesia ketika tidak mematuhi aturan itu.
Baca juga: Mendag Zulhas Minta TikTok Shop Segera Ikuti Aturan
"(Menjadi aplikasi mandiri) dapat menimbulkan gesekan yang signifikan bagi pengguna TikTok yang sudah ada, sehingga berdampak negatif pada pengalaman pengguna," kata dia dikutip dari CNBC, Jumat (29/9/2023).
Indonesia telah melarang transaksi e-commerce di platform media sosial seperti TikTok Shop dan Facebook. Artinya, pengguna tidak diperbolehkan membeli atau menjual barang dan jasa melalui platform tersebut.
Pada Juni 2023, CEO TikTok mengatakan, aplikasinya akan mengucurkan miliaran dollar ke Asia Tenggara selama beberapa tahun ke depan.
Baca juga: Social Commerce Dilarang, Pedagang Pasar Berterima Kasih ke Pemerintah
Hal ini karena perusahaan tersebut berupaya mendiversifikasi bisnisnya secara global ketika tekanan Amerika Serikat (AS) meningkat.
Sedikit catatan, Indonesia adalah pasar TikTok terbesar di Asia Tenggara dan pasar global terbesar kedua dengan 125 juta pengguna setelah AS.
Kepala penelitian telekomunikasi, media dan teknologi di DBS Bank Sachun Mittal mengungkapkan sebagian besar pembelian di TikTok adalah pembelian impulsif.
"Kebutuhan untuk masuk ke aplikasi terpisah mungkin menyebabkan tingkat drop-out yang tinggi," urai dia.
Baca juga: Ketika Pedagang Kosmetik Asemka Keluhkan Omzet Turun gara-gara TikTok Shop...
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.