Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Sri Mulyani Dituding Jadi Penyebab Industri Tekstil Lesu, Staf Menkeu Buka Suara

Kompas.com - 02/10/2023, 06:20 WIB
Rully R. Ramli,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dengan kawasan berikat dinilai sebagai salah satu penyebab kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melemah.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Hendri Antoni Arif.

Sebagai informasi, kawasan berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk barang impor dalam daerah pabean yang hasilnya terutama untuk diekspor. Aturan mengenai kawasan berikat dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2018.

Baca juga: Ditjen Bea Cukai Akui Adanya Serbuan Impor Tekstil Ilegal

Ilustrasi industri tekstil. SHUTTERSTOCK/KZENON Ilustrasi industri tekstil.

Kemenperin menilai, saat ini permintaan dari pasar luar negeri sedang melemah. Oleh karenanya, barang orientasi ekspor yang berada di kawasan berikat justru masuk ke pasar domestik.

Menanggapi pernyataan tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, kebijakan kawasan berikat merupakan upaya mendukung industri dalam negeri berupa penyerapan bahan baku, penyerapan tenaga kerja, perbaikan mata rantai pasok, dan mendorong ekspor yang menghasilkan devisa bagi perekonomian.

"Hasilnya, terjadi peningkatan TKDN, penyerapan tenaga kerja, dan devisa hasil ekspor," kata dia, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, dikutip Senin (2/10/2023).

Lebih lanjut Yustinus menjelaskan, pengusaha di kawasan berikat adalah pengusaha yang berorientasi ekspor. Pasalnya, pengusaha tersebut menjadi bagian permintaan dan pasokan global.

Baca juga: Dibanjiri Barang Impor, Asosiasi Tekstil: Utilitas Industri Hanya 50 Persen, Sangat Memperihatinkan

Ia pun membenarkan, dalam situasi tertentu, terutama saat permintaan global menurun, pengusaha kawasan berikat dapat memasok barangnya untuk pasar dalam negeri.

Hal ini bisa dilakukan dengan koordinasi bersama instansi yang membidangi sektor industri.

Ilustrasi industri tekstil. SHUTTERSTOCK/AIPCREATIVE Ilustrasi industri tekstil.

Namun, dalam proses pengiriman barang dari kawasan berikat ke wilayah pabean dalam negeri lainnya, barang diberlakukan sebagai produk impor. Dengan demikian, barang dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

"Untuk menjaga keadilan dengan pelaku usaha non kawasan kerikat, penyerahan barang dari kawasan berikat ke daerah pabean lain diperlakukan sebagai impor," tutur Yustinus.

Baca juga: Industri Tekstil di Jabar Terancam Setop Produksi, Imbas Predatory Pricing di Social Commerce

Yustinus memastikan, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk Kemenperin, terkait dengan operasional kawasan berikat.

"Sehingga pengawasan selama ini berjalan efektif dan dapat menjaga fairness kepada semua pelaku usaha," ucapnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenperin Hendri Antoni Arif mengatakan, ada banyak produk impor di kawasan berikat yang berorientasi ekspor, namun malah masuk dan membanjiri pasar dalam negeri. Menurutnya, hal tersebut bisa memicu ketahanan industri TPT nasional.

"Kami melihat itu jadi satu masalah. Jadi ada produk-produk industri yang ada di kawasan berikat yang berorientasi ekspor malah masuk ke pasar domestik," ujar dia, dilansir dari Kontan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Whats New
3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

Whats New
Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Whats New
10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

Spend Smart
Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Spend Smart
Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Whats New
Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com