Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Perusahaan Pailit Masih Tinggi, Pemulihan Ekonomi RI "On Track"?

Kompas.com - 18/10/2023, 20:40 WIB
Kiki Safitri,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah perusahaan yang mengalami kepailitan masih cukup tinggi. Data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), dari lima pengadilan niaga yang ada di Indonesia, pandemi Covid-19 memicu terjadinya tren peningkatan permohonan kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Pada 2019, jumlah permohonan kepailitan dan PKPU tercatat hanya 435 pengajuan. Namun, jumlah permohonan meningkat drastis menjadi 635 permohonan pada 2020 dan mencapai puncaknya pada 2021 dengan 726 permohonan. Adapun, pada 2022, pengajuan permohonan mulai turun menjadi 625 dan pada 2023 (hingga 14 Oktober 2023) menjadi 563 permohonan.

“Melihat data tersebut, pengajuan permohonan kepailitan dan PKPU sepanjang 2023 (per pertengahan Oktober) masih lebih tinggi dari permohonan pada 2019, tentu ekonomi belum bisa dikatakan pulih sepenuhnya,” kata Senior Partner dan Head of the Dispute Resolution and Restructuring & Insolvency Practice Groups Hadiputranto, Hadinoto & Partners Andi Y. Kadir dalam siaran pers, Rabu (18/10/2023).

Baca juga: Bank Dunia Kerek Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Ini Jadi 5 Persen

Di sisi lain, pemerintah berupaya memulihkan perekonomian memulai proses transisi dari pandemi Covid-19 yang menyandera perekonomian Indonesia sejak 2020 ke endemi.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 sebesar -2,07 persen dari tahun-tahun sebelumnya yang di atas 5 persen.

Kemudian, berangsur-angsur perekonomian pulih dengan laju PDB sebesar 3,7 persen pada 2021 dan 5,31 persen pada 2022.

Namun,  kebangkitan ekonomi dunia tak seperti yang dibayangkan karena ternyata  berjalan lebih lambat dari yang diharapkan seiring dengan sejumlah sentimen eksternal yang menekan perekonomian.

Sentimen tersebut muncul dari krisis geopolitik, perang Rusia-Ukraina, dan juga tren suku bunga tinggi hingga krisis pangan dan energi. Memanasnya situasi di Gaza juga menjadi ancaman baru bagi pemulihan ekonomi.

Andi mengatakan, tekanan dan sentimen eksternal justru makin banyak yang dikhawatirkan dapat membatasi pemulihan ekonomi nasional.

Mau tidak mau, pemerintah tentu akan mengandalkan dan mengupayakan situasi dan kondisi yang kondusif di dalam negeri dengan sejumlah insentif untuk menggerakkan perekonomian di dalam negeri maupun jaminan hukum dan kepastian berusaha bagi sektor swasta.

“Peringkat kemudahan berusaha menjadi panduan dan patokan bagi setiap investor yang hendak menanamkan modalnya pada suatu yurisdiksi. Indeks Ease of Doing Business (EoDB) dianggap mewakili penilaian terhadap kemampuan entitas negara menjamin kemudahan akses terhadap pasar, pelindungan hak milik, dan kepastian regulasi sektor bisnis,” lanjut Andi.

Di sisi lain, pemerintah sudah menetapkan tiga poin indikator dalam program prioritas perbaikan sistem hukum pidana dan perdata yang termuat di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Tiga indikator itu adalah peringkat EoDB Indonesia untuk aspek penegakan kontrak, peringkat EoDB Indonesia untuk aspek penyelesaian kepailitan, dan peringkat EoDB Indonesia untuk aspek mendapatkan kredit.

“Proses kepailitan dan PKPU tidak hanya sekedar persoalan aspek legal tetapi juga menyangkut aspek ekonomi. Dalam proses restrukturisasi utang, kita tak hanya membicarakan soal infrastrukturnya (UU No. 37/2004) apakah sudah memadai atau belum, tetapi juga soal recovery rate bagi kreditur serta perusahaan (debitur) yang melalui proses PKPU sudah menjadi perusahan yang sehat atau belum,” jelasnya.

Andi menyebutkan, kurangnya konsistensi dalam penerapan UU No. 37/2004 mengakibatkan proses restrukturisasi utang berlarut-larut, tingkat recovery rate yang rendah hingga ketidakseimbangan kedudukan antara kreditur dan debitur menjadikan cost of financing di Indonesia menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com