Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita UMKM Binaan HMSP, Lestarikan Tenun Bali yang Gunakan Bahan Alami

Kompas.com - 14/11/2023, 20:45 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

“Mulai dari budidaya ulat sutera, penetasan telur, kami rawat, kasih makan, kurang lebih selama 28 hari untuk dapat cocoon. Cocoon ini kemudian dipintal jadi benang untuk diolah menjadi tenun maupun songket dari sutera alam,” papar Ketut.

Pewarnaan yang digunakan pun beragam. Namun, mayoritas produk tenun Artha Dharma menggunakan pewarna alam dari aneka tumbuhan.

Baca juga: Cerita Maria Jaga Tradisi Tenun NTT dengan Pewarna Alami

Ketut mengungkapkan, sejak kecil ia terbiasa melihat orangtua, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya menenun. Bahkan, orang dulu, kata Ketut, harus bisa menenun jika ingin memiliki dan memakai kain tenun.

Dari sinilah asal muasal kecintaan Ketut terhadap tenun dan menjadi alasan Ketut mendirikan pusat pelatihan dan pengembangan tenun Artha Dharma. Ia menjelaskan, misi pertamanya adalah melestarikan budaya menenun sebagai budaya Bali.

“Menenun jadi budaya di Bali karena ada kaitannya dengan upacara adat. Kain yang dihasilkan banyak untuk upacara adat, misalnya Ngaben, atau upacara lainnya yang banyak memakai tenun Bali,” ujar Ketut.

Misi kedua, meningkatkan perekonomian warga melalui tenun. Ia menyebutkan, dengan lestarinya pertenunan, banyak orang yang mendapatkan kesempatan menjadi penenun, dan berdaya secara ekonomi.

Baca juga: Bantu Promosi, Sandiaga Uno: Tenun Sekomandi Harus Digunakan pada Aktivitas Harian Masyarakat

Songket dan tenun yang dihasilkan Artha Dharma masih menggunakan alat pembuatan tenun konvensional dan mengandalkan karya dari tangan para penenun. Proses ini pula yang membuat songket dan tenun memiliki nilai tinggi.

Ketut mengungkapkan, pembuatan selembar kain songket bisa memakan waktu sampai tiga bulan, mulai dari proses penenunan, desain motif, hingga menjadi produk siap pakai.

“Ada tenun songket yang dibikin pakai alat tradisional cagcag yang diakui UNESCO. Cuma ada beberapa di dunia, salah satunya di Bali,” kata Ketut.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com