“Di luar (aspek) kesehatan, pemerintah semestinya mempertimbangkan aspek lain, seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, keberlangsungan hidup petani tembakau dan sektor IHT, serta penerimaan negara,” ucap Hikmahanto seperti dikutip dari Antara, Selasa (3/10/2023).
Ketua Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengatakan, pemberlakuan pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan akan menghilangkan mata pencaharian lebih kurang 6 juta masyarakat, mulai dari buruh, petani tembakau, petani cengkih, pedagang dan peritel tradisional, hingga pelaku industri kreatif.
Demi menghindari dampak tersebut, pihaknya pun meminta pemerintah lebih memperhatikan berbagai sektor yang terlibat dalam IHT.
“Kami meminta agar (pemerintah) tidak tergesa-gesa memutuskan aturan tersebut dengan mempertimbangkan dampak sosial yang akan timbul. Jika pasal-pasal tembakau di RPP diberlakukan, ancaman terhadap keberlangsungan IHT sangat nyata dan signifikan,” ucap Henry.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Andreas Hua juga menilai bahwa pasal-pasal pada bab Pengamanan Zat Adiktif, khususnya terkait tembakau, telah mengancam IHT.
Andreas mengatakan, bagi IHT, aturan itu bermakna sebagai upaya untuk memperketat produksi. Jika hal tersebut terjadi, maka produksi dapat semakin berkurang dan pekerja industri terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Yang paling merasakan dampaknya adalah pekerja. Kalau rokok nggak laku, kami di pabrik (akan) di-PHK. Kalau sudah di-PHK, ya tidak bisa apa-apa,” ujar Andreas sebagaimana diberitakan Kompas.com, Minggu (19/11/2023).
Baca juga: Ada Pasal Tembakau di RPP Kesehatan, Ini Dampaknya Menurut Asosiasi Pabrik Rokok
Hal serupa disampaikan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Samukrah. Ia menegaskan bahwa berbagai bentuk pelarangan dalam RPP Kesehatan dapat mematikan mata pencaharian petani tembakau.
Samukrah menilai, aturan tersebut merupakan upaya untuk melarang pergerakan produk tembakau dari hulu sampai hilir. Di hulu, aturan RPP Kesehatan mendorong alih tanam bagi para petani tembakau untuk menanam jenis komoditas lain.
“Ketika industri tembakau digusur, sama saja Kemenkes melarang kami untuk menanam tembakau,” kata Samukrah seperti dikutip dari Kontan, Kamis (9/11/2023).
Menurut dia, hal tersebut tak mudah dilakukan. Sebab, belum ada tanaman lain yang bisa menjadi solusi pengganti atau setara dengan tembakau.
“Lagipula, ini (tembakau) adalah warisan sumber kehidupan kami secara turun-temurun dari para leluhur,” ucap Samukrah.
Pasal lain yang juga tak kalah menimbulkan polemik adalah Pasal 449 yang berbunyi “Setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan produk tembakau dan rokok elektronik dilarang mengiklankan di media luar ruang, situs, dan/atau aplikasi elektronik komersial, media sosial, dan tempat penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.”
Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia Janoe Arijanto menyampaikan kekhawatirannya, mengingat keberlangsungan industri kreatif dan penyiaran serta para tenaga kerjanya terancam dengan aturan pelarangan total iklan tersebut.
Sebab, rencana pelarangan total iklan pada RPP itu berisiko mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, dan periklanan.