BEBERAPA merek terkenal terjerat dalam isu sensitivitas rasial dan identitas gender pada April 2023, di antaranya Dior dari Perancis dan Bud Light di Amerika.
Merek fashion Dior kembali dituduh melakukan diskriminasi rasial setelah diduga memposting foto setengah wajah seorang wanita Asia mengangkat matanya. Foto itu secara luas dianggap sebagai pose "mata sipit", sikap menghina orang Asia.
Meski dikabarkan telah menghapus foto tersebut, brand itu membuat marah netizen di China dan seluruh dunia. Komentar di bawah postingan Instagram yang diunggah empat hari lalu itu menuduh Dior melakukan diskriminasi rasial.
Hal itu bukan kasus pertama bagi Dior terkait nilai-nilai Asia. Anehnya, itu dilakukan dalam hampir setiap tahun.
Baca juga: Ingin Membangun Branding Bisnis Jasa? Begini Caranya
Sementara itu, Bud Light dan Anheuser Busch, telah menjadi sasaran kritik dari beberapa pihak, termasuk penyanyi Kid Rock dan beberapa orang lainnya karena bermitra dengan seorang influencer transgender. Mereka mengklaim, keputusan tersebut merupakan tindakan yang mengabaikan nilai-nilai tradisional dan moralitas.
Kasus-kasus itu menunjukkan betapa pentingnya sensitivitas rasial dan gender dalam dunia pemasaran dan promosi merek global.
Merek harus selalu berhati-hati dan memastikan bahwa kampanye pemasaran mereka tidak menghina atau merendahkan kelompok tertentu, termasuk kelompok etnis. Tindakan yang tidak tepat dapat berdampak buruk pada citra merek dan dapat memicu reaksi negatif dari masyarakat.
Perubahan lingkungan bisnis global, termasuk faktor politik, teknologi, dan budaya, mengakibatkan pergeseran paradigma perilaku pembelian pelanggan dan strategi branding perusahaan (He dan Wang, 2017).
Misalnya, kebangkitan etnosentrisme konsumen, patriotisme, identitas lokal dan permusuhan perusahaan global telah membayangi prospek merek global (He dan Wang, 2015).
Perubahan yang terjadi dalam dunia komunikasi dan berkembangnya populisme menimbulkan tantangan baru bagi bisnis, yakni bagaimana mengurangi risiko karena pemisahan tanggung jawab brand dengan reputasi. Selain itu, bagaimana menciptakan nilai tambah melalui sinergi antara keduanya.
Revolusi komunikasi mengubah pola bagaimana orang memperoleh informasi, memanfaatkan informasi bahkan perilaku komunikasi. Perlu disadari bahwa brand maupun reputasi bukanlah aset fisik, walaupun keduanya memiliki tujuan yang sama dan dibentuk melalui proses komunikasi.
Meskipun branding lebih banyak berorientasi kepada produk dengan tujuan meningkatkan penjualan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa setiap strategi yang dilakukan akan mempengaruhi reputasi perusahaan.
Baca juga: Brand Safety dan Reputasi di Media Sosial
Perusahaan dalam membentuk reputasi harus memperhatikan unsur-unsur penting seperti sum of images yaitu multiple images yang dibangun dan diproyeksikan perusahaan, kemudian performance sebagai kinerja perusahan (kualitas hubungan).
Hal lain yang juga mesti diperhatikan adalah behaviour sebagai perilaku perusahaan (pelayanan, tanggung jawab sosial), dan communication, bagaimana citra dikomunikasikan dan bagaimana media memberitakan serta apa yang dibahas orang lain tentang perusahaan. Reputasi adalah penilaian publik terhadap perusahaan sebagai brand.
Proses branding perusahaan terdiri dari serangkaian aktivitas untuk membangun asosiasi yang menguntungkan dan reputasi positif dengan pemangku kepentingan internal maupun eksternal.