Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Rini Soemarno Getol Jagokan China Garap Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Kompas.com - Diperbarui 21/09/2023, 17:37 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Proyek Kereta Jakarta Bandung (KCJB) kembali jadi sasaran kritik publik. Pemerintah baru-baru ini memutuskan untuk membuka opsi utang yang timbul dari proyek ini bisa dijamin keuangan negara.

Keputusan pemerintah Indonesia untuk bisa menjamin pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani.

Pemberian jaminan pemerintah untuk utang proyek KCJB sejatinya mengingkari janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya. Pada awalnya, Kepala Negara beberapa kali menegaskan proyek ini dikerjakan dengan skema business to business (b to b) antar-BUMN Indonesia dan China.

Di mana negara tidak akan mengucurkan APBN maupun memberikan jaminan dalam bentuk apa pun apabila di kemudian hari proyek ini mengalami permasalahan.

Baca juga: Kenapa Jonan Dulu Keberatan dengan Proyek Kereta Cepat?

Sebagai informasi saja, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun.

Angka tersebut merupakan hasil audit bersama yang kemudian disepakati kedua negara. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 108,14 triliun.

Peran Rini Soemarno

Menilik ke belakang, tepatnya di tahun 2014-2015, proyek ini awalnya merupakan gagasan Jepang yang diusulkan di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bahkan pemerintah Negeri Sakura melalui JICA (Japan International Cooperation Agency), sudah melakukan studi kelayakan meski belum diputuskan pemerintah Indonesia.

Baca juga: Kala Faisal Basri Sebut KCJB Mustahil Bisa Balik Modal, Bahkan sampai Kiamat

Saking seriusnya menawarkan proyek tersebut, JICA bahkan rela menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan yang dilakukan bersama Kementerian Perhubungan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (kini BRIN).

Beralih dari SBY ke era pemerintahan Presiden Jokowi, setelah melalui berbagai pertimbangan baik ekonomi maupun politik, akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan membangun kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung.

Indonesia membuka tawaran bagi siapa saja yang berminat, baik Jepang maupun China. Pemerintah Indonesia menetapkan syarat utama, pertama KCJB tidak boleh menggunakan uang APBN dan pemerintah tidak akan memberikan jaminan apa pun bila proyek bermasalah di kemudian hari.

Jepang kemudian menawarkan investasi kereta cepat sebesar 6,2 miliar dollar AS. Tawaran proyek ini dibiayai pinjaman masa waktu 40 tahun dan bunga hanya 0,1 persen per tahun.

Baca juga: Sri Mulyani Klarifikasi Tudingan APBN Digadaikan ke China demi KCJB

Namun di tengah jalan China menyalip Jepang dengan menawarkan proposal KCJB dengan investasi yang lebih murah, yakni 5,5 miliar dollar AS dan bunga lebih tinggi yakni 2 persen (sebelum membengkak di kemudian hari).

Pemerintah Indonesia akhirnya mantap memilih China sebagai patner untuk membangun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, sekaligus menjadi proyek kereta peluru pertama di Asia Tenggara.

China tawarkan KCJB tanpa APBN

Menteri BUMN 2014-2019, Rini Soemarno mengungkapkan alasan pemerintah Indonesia tak memilih Jepang untuk menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah karena Negeri Sakura masih meminta klausul jaminan dari pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com