Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Kota Pindah ke IKN, Faisal Basri: Mati Itu Kereta Cepat

Kompas.com - 18/10/2023, 08:37 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Kontroversi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tak kunjung mereda meski kini sudah beroperasi. Proyek ini mengalami pembengkakan sangat besar dan membuat APBN Indonesia tekor karena harus ikut mendanai, meski hal ini sejatinya mengingkari janji pemerintah.

Konsesi KCJB juga menjadi 80 tahun, usulan yang pernah ditolak mentah-mentah Menteri Perhubungan 2014-2016 Ignasius Jonan. Belum lagi, kereta cepat di Indonesia juga sebagian besar didanai utang dari China Development Bank (CDB) dengan bunga 3,4 persen per tahun.

Pembayaran utang pokok dan bunganya ini kemudian dijamin oleh APBN Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung lewat skema penjaminan dari BUMN PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri khawatir proyek ratusan triliun rupiah ini sulit balik modal bila penumpangnya tidak mencapai target.

Baca juga: Daripada Bebani APBN, Inggris dan Malaysia Pilih Proyek Kereta Cepatnya Mangkrak

Ia menilai salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Ini karena Whoosh bakal kehilangan potensi penumpang dari segmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang biasa melakukan perjalanan dinas dari Jakarta ke Bandung atau sebaliknya.

“Dulu belum ada pemindahan ibu kota jadi PNS yang tugas atau business trip ke Bandung wajib naik kereta sekarang sudah tidak ada lagi. Pindah ibu kota selesai deh faktor negara yang mendorong pegawainya untuk menggunakan kereta," beber Faisal Basri dikutip pada Rabu (18/10/2023).

Faisal berujar, untuk rute Jakarta-Bandung yang hanya sejauh 140 kilometer, Kereta Cepat Whoosh punya banyak sekali pesaing. Misalnya kereta api reguler yang punya keunggulan berhenti di jantung Kota Bandung seperti Argo Parahyangan.

Kedua kota besar ini juga sudah terkoneksi oleh jalan tol. Artinya kereta cepat harus bersaing dengan pengguna mobil pribadi, bus, dan travel yang titik pemberhentiannya sangat fleksibel.

Baca juga: Biayanya Bengkak, Inggris Pilih Proyek Kereta Cepatnya Mangkrak

Sementara bila menyasar target market keluarga atau rombongan yang berlibur dari Jakarta ke Bandung, juga akan sulit. Karena segmen pasar ini cenderung menggunakan kendaraan pribadi karena lebih ekonomis dan fleksibel saat melakukan perjalanan di Bandung.

"Selesai deh faktor negara yang mendorong pegawainya untuk menggunnakan kereta. Mati itu kereta cepat," ucap Faisal Basri.

Perhitungan balik modal

Ia pun membeberkan simulasi dengan hitungan super optimis, di mana hitungannya tersebut sudah mengesampingkan ongkos operasional dan tidak membayar bunga pinjaman.

Yang paling cepat saja, Faisal Basri memperkirakan untuk mengembalikan modal atau nilai investasi senilai di atas Rp 110 triliun dibutuhkan waktu 48,3 tahun.

Dalam skenario ini, Faisal mengasumsikan, kereta cepat yang memiliki kapasitas 601 tempat duduk di setiap rangkain selalu terisi penuh dan memiliki 36 kali perjalanan setiap harinya.

Baca juga: Kenapa Dulu Ahok Keberatan Halim Dijadikan Stasiun Kereta Cepat?

Selain itu asumsi juga mempertimbangkan tarif tiket sebesar Rp 300.000. Adapun nilai investasi diasumsikan sebesar 8 miliar dollar AS, dengan kurs Rp 14.300 per dollar AS, sehingga nilai investasi setara Rp 114,4 triliun.

"Tapi kan ini janji surga, asumsi surga," kata Faisal Basri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com