Mwasalwiba (2010) mengemukakan tiga hal terkait tujuan pendidikan kewirausahaan yaitu "mendidik untuk kewirausahaan" (educating for), "mendidik mengenai kewirausahaan" (educating about), dan "mendidik dalam atau melalui kewirausahaan" (educating in or through).
"Mendidik untuk kewirausahaan" berarti pendidikan diarahkan untuk menciptakan wirausaha yaitu individu yang mengkreasi usaha baru. Pendidikan ditujukan untuk menstimulasi proses kewirausahaan dan memperlengkapi peserta didik dengan alat untuk memulai bisnis.
"Mendidik mengenai kewirausahaan" berarti pendidikan ditujukan untuk memahami kewirausahaan sebagai sebuah fenomena sehingga peserta dilatih untuk memiliki sensitivitas di dalam komunitas.
Baca juga: UMKM Didorong Lakukan Digitalisasi agar Lebih Akuntabel
Adapun "Mendidik dalam kewirausahaan" ditujukan agar individu menjadi lebih entrepreneurial atau inovatif di perusahaan atau tempatnya bekerja.
Dalam pemahaman lain, pendidik menggunakan usaha baru agar peserta dapat memperoleh wawasan dan kompetensi bisnis.
Secara garis besar tujuan pendidikan kewirausahaan adalah untuk menstimulasi keterampilan berwirausaha, meningkatkan semangat, sikap dan budaya kewirausahaan, berkontribusi kepada masyarakat dan menciptakan usaha rintisan.
Maka program-program kewirausahaan yang ditawarkan berkisar pada pembangunan kesadaran dan orientasi kewirausahaan, pengembangan kompetensi untuk membangun usaha, dan pengelolaan bisnis agar bertahan serta tumbuh.
Biasanya pendidikan kewirausahaan diberikan dalam bentuk aktif (metode inovatif) dan pasif (metode tradisional).
Metode aktif diberikan dalam bentuk simulasi bisnis, kompetisi, permainan, proyek, penciptaan model dan rencana bisnis serta kunjungan industri.
Peserta didik diajak turut berperan dalam pendidikan kewirausahaan karena mereka bukan sekadar objek, tetapi subjek yang menentukan keberhasilan.
Metode pasif seperti biasa mengedepankan kuliah klasikal, experience sharing dari wirausaha sukses sebagai role model, presentasi, studi kasus, dan sebagainya, yang lebih sesuai untuk membangun kesadaran dan wawasan mengenai kewirausahaan.
Setelah pengajaran diberikan, evaluasi diberikan untuk mengukur keberhasilan pendidikan yang dijalankan. Ini yang kerap kali menjadi perdebatan.
Tentu itu semua bergantung pada sasaran yang hendak dicapai. Banyak pihak yang beranggapan bahwa ukuran nyata keberhasilan jika telah melahirkan usaha rintisan.
Ada banyak ukuran seperti jumlah usaha rintisan yang didirikan oleh lulusan, intensi dan sikap untuk berwirausaha, kontribusi kepada komunitas, inovasi yang dihasilkan, kinerja bisnis, dan kesadaran atau sikap terhadap kewirausahaan.
Harus diakui ukuran intensi berwirausaha sering kali digunakan sebagai indikator keberhasilan.